Seorang Guru harus bisa menggunakan dan mengelola sarana dan sumber belajar dari fakta yang ada seorang guru hanya mengandalkan buku sumber saja seharusnya Sebaiknya guru menggunakan berbagai jenis media pembelajaran dan memanfaatkannya secara tepat, yakni disesuaikan dengan pengalaman belajar yang akan ditempuh siswa dan kesiapan siswa secara mental dan intelektual, sehingga dapat memperjelas informasi dan konsep yang sedang dipelajari.
Beberapa karakteristik sarana yang efektif sarana yang efektif memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1)Menarik perhatian siswa
2)Meletakan dasar-dasar untuk memahami sesuatu hal secara konkrit yang sekaligus mecegah atau mengurangi verbalisme
3) Merangsang tumbuhnya pengertian dan atau usaha pengembangan nilai-nilai
4) Berguna dan multifungsi
5) Sederhana, mudah digunakan dan dirawat, dapat dibuat sendiri oleh guru ataudiambil dari lingkungan sekitar.
Sumber belajar utama yang dapat digunakan antara lain sumber belajar cetakan, sumber belajar elektonik (audio, audio visual, internet) dan lingkungan sekitar (sosial, alam, budaya)
Dalam PP No. 19 tahun 2005 tentang Standar Sarana dan Prasarana diantaranya dijelaskan:
1)Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar laiunnya, bahan habis pakai serta perlengkapan lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.
2)Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi: lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruiang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan.,
Tampilkan postingan dengan label Referensi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Referensi. Tampilkan semua postingan
Desember 23, 2010
Pembelajaran Bermakna
Pembelajaran bermakna merupakan kegiatan pembelajaran yang menitikberatkan pada kegunaan pengalaman belajar bagi kehidupan nyata siswa. Dalam hal ini guru dituntut mampu meyakinkan secara realistik suatu pengalaman belajar secara aktif dan dapat memotivasi belajar yang tinggi kepada siswa.
Menurut Puskur Depdiknas(Sukmara, 2007) tahapan-tahapannya adalah seperti berikut:
a)Pemanasan-Apersepsi
Pada wal kegiatan pembelajaran guru harus memperhatikan hal-hal berikut:
(1)Pelajaran dimulai dengan hal-hal yang diketahui dan dipahami siswa
(2)Motivasi siswa ditumbuhkan dengan bahan ajar yang menarik dan berguna
(3)Siswa didorong untuk mengetahui hal-hal yang baru.
b)Eksplorasi
Pengembangan sejumlah pengalaman belajar hendaknya memperhatikan:
(1)Keterampilan baru yang diperkenalkan
(2)Kaitan materi/pengalaman belajar dengan pengetahuan yang sudah ada pada siswa.
(3)Pilih metodologi yang paling tepat dalam meningkatkan daya serap siswa terhadap pengalaman baru yang disajikan.
c)Konsolidasi Pembelajaran
Pemantapan pengalaman belajar siswa dapat dilakaukan dengan:
(1)Melibatkan siswa secara aktif dalam menafsirkan dan memahami pengalaman atau materi baru.
(2)Melibatkan siswa secara aktif dalam pemecahan masalah.
(3)Menekankan pada kaitan struktural, yaitu kaitan antara materi pengalaman baru dengan berbagai aspek kegiatan dan kehidupan di dalam liungkungan
(4)Pilih metoodologi yang tepat sehingga pengalaman baru dapat terproses menjadi bagian dari kehidupan siswa sehari-hari
d)Pembentukan Sikap dan Prilaku
Proses internalisasi suatu pengalaman baru dapat dilakukan dengan:
(1)Mendorong siswa menerapkan konsep atau pengertian baru yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari
(2)Membangun sikap dan prilaku baru dalam kehidupan siswa sehari-hari berdasarkan pengalaman belajarnya
(3)Pilih metodologi yang tepat agar terjadi perubahan pada sikap dan prilaku siswa menuju perubahan yang lebih
e)Penilaian Formatif
Untuk menentukan efektivitas serta keberhasilan proses pembelajaran dapat dilakukan hal-hal berikut:
(1)Kembangkan cara-cara menilai hasil pembelajaran siswa secara variatif
(2)Gunakan hasil penilaian tersebut untuk melihat kelemahan atau kekurangan dan masalah-masalah yang dihadapi baik oleh siswa maupun guru
(3)Pilih metodologi penilaian yang paling tepat dan sesuai dengan tujuan yang mesti dicapai
Menurut Puskur Depdiknas(Sukmara, 2007) tahapan-tahapannya adalah seperti berikut:
a)Pemanasan-Apersepsi
Pada wal kegiatan pembelajaran guru harus memperhatikan hal-hal berikut:
(1)Pelajaran dimulai dengan hal-hal yang diketahui dan dipahami siswa
(2)Motivasi siswa ditumbuhkan dengan bahan ajar yang menarik dan berguna
(3)Siswa didorong untuk mengetahui hal-hal yang baru.
b)Eksplorasi
Pengembangan sejumlah pengalaman belajar hendaknya memperhatikan:
(1)Keterampilan baru yang diperkenalkan
(2)Kaitan materi/pengalaman belajar dengan pengetahuan yang sudah ada pada siswa.
(3)Pilih metodologi yang paling tepat dalam meningkatkan daya serap siswa terhadap pengalaman baru yang disajikan.
c)Konsolidasi Pembelajaran
Pemantapan pengalaman belajar siswa dapat dilakaukan dengan:
(1)Melibatkan siswa secara aktif dalam menafsirkan dan memahami pengalaman atau materi baru.
(2)Melibatkan siswa secara aktif dalam pemecahan masalah.
(3)Menekankan pada kaitan struktural, yaitu kaitan antara materi pengalaman baru dengan berbagai aspek kegiatan dan kehidupan di dalam liungkungan
(4)Pilih metoodologi yang tepat sehingga pengalaman baru dapat terproses menjadi bagian dari kehidupan siswa sehari-hari
d)Pembentukan Sikap dan Prilaku
Proses internalisasi suatu pengalaman baru dapat dilakukan dengan:
(1)Mendorong siswa menerapkan konsep atau pengertian baru yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari
(2)Membangun sikap dan prilaku baru dalam kehidupan siswa sehari-hari berdasarkan pengalaman belajarnya
(3)Pilih metodologi yang tepat agar terjadi perubahan pada sikap dan prilaku siswa menuju perubahan yang lebih
e)Penilaian Formatif
Untuk menentukan efektivitas serta keberhasilan proses pembelajaran dapat dilakukan hal-hal berikut:
(1)Kembangkan cara-cara menilai hasil pembelajaran siswa secara variatif
(2)Gunakan hasil penilaian tersebut untuk melihat kelemahan atau kekurangan dan masalah-masalah yang dihadapi baik oleh siswa maupun guru
(3)Pilih metodologi penilaian yang paling tepat dan sesuai dengan tujuan yang mesti dicapai
Desember 07, 2010
Pembelajaran Bermakna
Pembelajaran bermakna merupakan kegiatan pembelajaran yang menitikberatkan pada kegunaan pengalaman belajar bagi kehidupan nyata siswa. Dalam hal ini guru dituntut mampu meyakinkan secara realistik suatu pengalaman belajar secara aktif dan dapat memotivasi belajar yang tinggi kepada siswa.
Menurut Puskur Depdiknas(Sukmara, 2007) tahapan-tahapannya adalah seperti berikut:
a) Pemanasan-Apersepsi
Pada wal kegiatan pembelajaran guru harus memperhatikan hal-hal berikut:
(1) Pelajaran dimulai dengan hal-hal yang diketahui dan dipahami siswa
(2) Motivasi siswa ditumbuhkan dengan bahan ajar yang menarik dan berguna
(3) Siswa didorong untuk mengetahui hal-hal yang baru.
b) Eksplorasi
Pengembangan sejumlah pengalaman belajar hendaknya memperhatikan:
(1) Keterampilan baru yang diperkenalkan
(2) Kaitan materi/pengalaman belajar dengan pengetahuan yang sudah ada pada siswa.
(3) Pilih metodologi yang paling tepat dalam meningkatkan daya serap siswa terhadap pengalaman baru yang disajikan.
c) Konsolidasi Pembelajaran
Pemantapan pengalaman belajar siswa dapat dilakaukan dengan:
(1) Melibatkan siswa secara aktif dalam menafsirkan dan memahami pengalaman atau materi baru.
(2) Melibatkan siswa secara aktif dalam pemecahan masalah.
(3) Menekankan pada kaitan struktural, yaitu kaitan antara materi pengalaman baru dengan berbagai aspek kegiatan dan kehidupan di dalam liungkungan
(4) Pilih metoodologi yang tepat sehingga pengalaman baru dapat terproses menjadi bagian dari kehidupan siswa sehari-hari
d) Pembentukan Sikap dan Prilaku
Proses internalisasi suatu pengalaman baru dapat dilakukan dengan:
(1) Mendorong siswa menerapkan konsep atau pengertian baru yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari
(2) Membangun sikap dan prilaku baru dalam kehidupan siswa sehari-hari berdasarkan pengalaman belajarnya
(3) Pilih metodologi yang tepat agar terjadi perubahan pada sikap dan prilaku siswa menuju perubahan yang lebih
e) Penilaian Formatif
Untuk menentukan efektivitas serta keberhasilan proses pembelajaran dapat dilakukan hal-hal berikut:
(1) Kembangkan cara-cara menilai hasil pembelajaran siswa secara variatif
(2) Gunakan hasil penilaian tersebut untuk melihat kelemahan atau kekurangan dan masalah-masalah yang dihadapi baik oleh siswa maupun guru
(3) Pilih metodologi penilaian yang paling tepat dan sesuai dengan tujuan yang mesti dicapai
Bagaimana Mendurut anda tentang Pembelajaran bermakna tolong berikan Kritik dan sarannya
Menurut Puskur Depdiknas(Sukmara, 2007) tahapan-tahapannya adalah seperti berikut:
a) Pemanasan-Apersepsi
Pada wal kegiatan pembelajaran guru harus memperhatikan hal-hal berikut:
(1) Pelajaran dimulai dengan hal-hal yang diketahui dan dipahami siswa
(2) Motivasi siswa ditumbuhkan dengan bahan ajar yang menarik dan berguna
(3) Siswa didorong untuk mengetahui hal-hal yang baru.
b) Eksplorasi
Pengembangan sejumlah pengalaman belajar hendaknya memperhatikan:
(1) Keterampilan baru yang diperkenalkan
(2) Kaitan materi/pengalaman belajar dengan pengetahuan yang sudah ada pada siswa.
(3) Pilih metodologi yang paling tepat dalam meningkatkan daya serap siswa terhadap pengalaman baru yang disajikan.
c) Konsolidasi Pembelajaran
Pemantapan pengalaman belajar siswa dapat dilakaukan dengan:
(1) Melibatkan siswa secara aktif dalam menafsirkan dan memahami pengalaman atau materi baru.
(2) Melibatkan siswa secara aktif dalam pemecahan masalah.
(3) Menekankan pada kaitan struktural, yaitu kaitan antara materi pengalaman baru dengan berbagai aspek kegiatan dan kehidupan di dalam liungkungan
(4) Pilih metoodologi yang tepat sehingga pengalaman baru dapat terproses menjadi bagian dari kehidupan siswa sehari-hari
d) Pembentukan Sikap dan Prilaku
Proses internalisasi suatu pengalaman baru dapat dilakukan dengan:
(1) Mendorong siswa menerapkan konsep atau pengertian baru yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari
(2) Membangun sikap dan prilaku baru dalam kehidupan siswa sehari-hari berdasarkan pengalaman belajarnya
(3) Pilih metodologi yang tepat agar terjadi perubahan pada sikap dan prilaku siswa menuju perubahan yang lebih
e) Penilaian Formatif
Untuk menentukan efektivitas serta keberhasilan proses pembelajaran dapat dilakukan hal-hal berikut:
(1) Kembangkan cara-cara menilai hasil pembelajaran siswa secara variatif
(2) Gunakan hasil penilaian tersebut untuk melihat kelemahan atau kekurangan dan masalah-masalah yang dihadapi baik oleh siswa maupun guru
(3) Pilih metodologi penilaian yang paling tepat dan sesuai dengan tujuan yang mesti dicapai
Bagaimana Mendurut anda tentang Pembelajaran bermakna tolong berikan Kritik dan sarannya
Pengembangan Metode dan Teknik Pembelajaran
Dalam perkembangan di dunia pendidikan Pengembangan Metode dan Teknik Pembelajaran sangat pesat dan para pakar pendidikan pun lebih giat memikirkan metode apa yang akan di gunakan dalam pembelajaran
Sesuai dengan cara penggunaannya, metode pembelajaran dikalangan pendidikan diantaranya:
Sesuai dengan cara penggunaannya, metode pembelajaran dikalangan pendidikan diantaranya:
- Metode ceramah, inti kegiatannya adalah memberikan orientasi atau penjelasan mengenai suatu definisi, pengertian, konsep, hukum, dan sejenisnya. Metode ceramah akan efektif apabila digabungkan dengan metode lainnya.
- Metode demonstrasi, yaitu pengajar melakukan peragaan suatu proses, suatu kerja, keterampilan tertentu, atau suatu penampilan, dihadapan pembelajar.Metode demonstrasi, terdiri atas metode demonstrasi pasif (pembelajar hanya mengamati) dan metode demonstrasi aktif (sebagian pembelajar mencoba mendemonstrasikan kembali). Penggunaan metode demonstrasi aktif dapat mempertinggi retensi dan metode ini sangat sesuai untuk mengajarkan ketrerampilan proses, penampilan, dan kerja.
- Metode diskusi, dapat diterapkan sebagai diskusi kelas atau kelompok. Diskusi akan lebih baik apabila dilakukan dalam kelompok. Dalam kegiatan diskusi menghasilkan interaksi antara siswa dengan siswa dan gguru dengan siswa
- Metode tutorial, lebih cenderung sebagai kegiatan melajar mandirii. Bahan ajar diberikan kepada pembelajar untuk dikembangkan. Selama melaksanakan pengembangan bahan ajar, pembelajar diberi kesempatan untuk konsultasi dengan pengajar.
- Metode simulasi, mewajibkan kepada pembelajar untuk melakukan simulasi tentang suatu peran, kegiatan khusus atau ,menggunakan simulator.
- Metode praktikum, menitikberatkan pada kegiatan untuk melakukan pengamatan, percobaan, pengumpulan data, yang dilakukan di laboratorium atau ditempat lain yang disamakan dengan laboratorium atau workshop.
- Metode proyek, pada umumnya sama dengan metode praktikum, akan tetapi pelaksanaannya memerlukan perencanaan (proposal) yang mencakup rancangan, penjadwalan, kebutuhan bahan, dan sebagainya.
Karakteristik Pembelajaran
Dalam Pembinaan terhadap anak didik seorang pendidik harus tau karakteristik dari seorang anak didik dalam pembelajaran dan harus menguasai karakteristik dari seorang anak dalam pembelajaran
Sebeneranya karateristik pembelajaran sangat banyak dan intinya adalah sebagai berikut
Karakteristik dari kegiatan pembelajaran meliputi:
Sebeneranya karateristik pembelajaran sangat banyak dan intinya adalah sebagai berikut
Karakteristik dari kegiatan pembelajaran meliputi:
- Proses pembelajaran memiliki tujuan, yakni membantu siswa dalam suatu perkembangan tertentu.
- Adanya suatu prosedur yang direncanakan, dirancang untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
- Adanya kegiatan penggarapan materi tertentu secara khusus sehingga dapat mencapai tujuan.
- Adanya aktivitas siswa sebagai syarat mutlak bagi berlangsungnya proses pembelajaran.
- Guru berperan sebagai pembimbing yang berusaha menghidupkan dan memberikan motivasi agar terjadi proses interaksi yang kondusif.
- Membutuhkan adanya komitmen terhadap kedisiplinan sebagai pola tingkah laku yang diatur menurut ketantuan yang ditaati semua pihak secara sadar.
- Adanya batas waktu untuk menentukan tingkat pencapaian siswa.
Komponen Pembelajaran
Komponen Pembelajaran merupakan hal penting dalam mendidik siswa didik untuk mencapai kesuksesan.
Ada empat komponen utama dalam kegiatan pembelajaran (perhatikan bagan pada bagian akhir makalah ini), yaitu:
Ada empat komponen utama dalam kegiatan pembelajaran (perhatikan bagan pada bagian akhir makalah ini), yaitu:
- Hasil belajar (Expected Output) menunjukkan kepada tingkat kualifikasi ukuran baku (Standaring Norms) menjadi sasaran sekaligus tujuan yang mesti dicapai melalui berbagai kegiatan pengalaman siswa secara utuh, menyeluruh dan terpadu. Hasil belajar yang efektif tidak hanya menekankan pada salah satu dari ketiga orientasi hasil belajar (kognitif, afektif, dan psikomotor), melainkan keseimbangan dalam pengembangan -nya secara proporsional.
- Karakteristik siswa (Raw Input) merupakkan dasar dan landasan dalam pengembangan kegiatan pembelajaran. Proses pembelajaran akan efektif apabila mengacu pada karakteristik siswa, terutama berkenaan dengan potensi dasar yang dimilikinya. Di samping itu berkenaan dengan aspek-aspek individual dan kepribadian, baik bersifat fisiologis maupun psikologis.
- Sarana Prasarana (Instrumental Input) merupakan kelengkapan dari fasilitas yang diperlukan dalam memberikan sejumlah pengalaman belajar kepada para siswa, baik hal-hal yang bersifat teoritis, teknis maupun hal lainnya yang bersifat praktis.
- Lingkungan (enverionmental Input) menunjukkan pada situasi dan keadaan fisik, lingkungan sosial dan budaya yang mengitari tempat berlangsungnya proses pembelajaran, baik aspek lingkungan yang bersifat aktif maupun aktif. Dalam pengembangan pengalaman belajar, lingkungan sekaligus merupakan sumber bagi kegiatan belajar siswa.
Prinsip Pembelajaran
Beberapa prinsip pembelajaran yang dikembangkan dalam Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan (KTSP) guna menunjang hasil belajar yang efektif dan efisien adalah:
- Kesempatan belajar, yaitu kegiatan pembelajaran perlu menjamin pengalaman siswa untuk secara langsung mengamati dan mengalami proses, produk, keterampilan, dan nilai yang diharapkan.
- Pengetahuan awal siswa, kegiatan pembelajaran perlu menyediakan pengalaman belajar yang dikaitkan dengan pengetahuan awal siswa yang disesuaikan dengan keterampilan dan nilai yang dimiliki siswa sambil memperluas dan menunjukkan keterbukaan pada cara pandang dan cara tindak sehari-hari.
- Refleksi, kegiatan pembelajaran perlu menyediakan pengalaman belajar bermakna yang mampu mendorong tiundakan (aksi) dan renungan (refleksi) pada setiap siswa.
- Motivasi, kegiatan pembelajaran harus mampu menyediakan pengalaman belajar yang memberi motovasi dan kejelasan tujuan.
- Keragaman Individu, kegiatan pembelajaran perlu menyediakan pengalaman belajar yang yang berkaitan dengan karakteristik siswa yang relatif berbeda
- Kemandirian dan Kerjasama, kegiatan pembelajaran perlu menyediakan pengalaman belajar yang mendorong siswa untuk belajar mandiri, maupun melalui kerjasama.
- Suasana yang mendukung, sekolah dan kelas perlu diatur lebih aman dan lebih kondusif untuk menciptakan sistuasi supaya siswa belajar efektif.
- Belajar untuk kebersamaan, kegiatan pembelajaran perlu menyediakan pengalaman belajar yang mendorong siswa untuk memiliki simpati, empati, dan toleransi pada orang lain.
- Siswa sebagai pembangun gagasan, kegiatan pembelajaran perlu menyediakan pengalaman belajar yang mengakomodasi pandangan bahwa pembangun gagasan adalah siswa, sedangkan guru hanya sebagai penyedia kondisi supaya peristiwa belajar berlangsung.
- Rasa ingin tahu, kreativitas, dan ketuhanan, kegiatan pembelajaran perlu menyediakan pengalaman belajar yang memupuk rasa ingin tahu, mendorong kreativitas, dan selalu mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa.
- Menyenangkan, kegiatan pembelajaran perlu menyediakan pengalaman belajar yang menyenagkan siswa.
- Interaksi dan komunikasi, kegiatan pembelajaran perlu menyediakan pengalaman belajar yang meyakinkan siswa terlibat secara aktif secara mental, fisik, sosial.
- Belajar cara belajar , kegiatan pembelajaran perlu menyediakan pengalaman belajar yang memuat keterampilan belajar, sehingga siswa trampil belajar bagaimana belajar (learn to learn)
Mei 23, 2010
Kitab Al-Um Karya Imam Syafi'i
Muhammad bin Idris Asy-Safi'i atau yang lebih dikenal dengan nama Imam syafi'i adalah tokoh besar yang tidak asing lagi namanya di telinga umat islam. Kepakaran
imam syafi'i di berbagai cabang ilmu keislaman tidak diragukan oleh para ulama. Beliaulah peletak dasar ilmu hadits dan ushul fiqih lewat karya monumentalnya,
ar-Risalah.
Di berbagai belahan dunai Islam, khususnya di Asia Tenggara, termasuk Indonesia [dan Malaysia], mazhab Syafi'i menjadi pegangan utama kaum muslim.
Artinya dalam menjalankan aktivitas-aktivitas keagamaan yang berkaitan dengan masalah-masalah peribadatan mereka akan memilih dan mengamalkan
pendapat-pendapat yang berkembang dalam mazhab Syafi'i.
Akan tetapi diantara yang pantas disayangkan adalah, masih ada bahkan tidak sedikit diantara kalangan umat islam yang mengklaim dirinya pengikut madzab imam
syafi'i bahkan yang fanatik di antara mereka ternyata tidak mengenal siapa sebenarnya Imam Syafi'i. Jangankan ditanya tentang karya-karya ilmiah, aqidah,
manhaj, atau pandangan Iman Syafi'i terhadap pentingnya berpegang teguh pada Al-Qur'an dan As-sunnah, masa dan tempat al-Imam dilahirkan pun banyak yang tidak tahu. Jangan heran kalau ada yang menyangka Imam syafi'i adalah orang Asia Tenggara
sehingga fiqihnya cocok untuk orang Asia Tenggara.
Kitab al-Umm adalah satu di antara kitab-kitab Imam Syafi'i yang sangat terkenal. Di sana termuat fiqih Imam Syafi'i. Maka tidak jarang bila dalam sebuah
pembahasan hukum fiqih disebutkan "menurut Imam Syafi'i" maka yang dimaksud adalah dalam kitab al-Umm tersebut. Kitab al-Umm adalah sebuah kitab tebal yang terdiri dari empat jilid dan berisi 128 masalah.
Al-Hafidz ibnu Hajar berkata: "Jumlah kitab (masalah)dalam kitab al-umm sebanyak 40 bab lebih -wallahu a'lam- dimulai dari kitab at-Thaharah kemudian kitab as-Shalat. Begitu seterusnya yang beliau susun berdasarkan bab-bab fiqih ..."
Ringkasan KITAB AL UMM ini adalah terjemahan dari kitab Mukhtashar Kitab Al Umm fiil Fiqhi, yang merupakan ringkasan kitab al-Umm yang disertai dengan catatan kaki dari peneliti atau pentahqiqnya. Setelah sekilas menyebutkan tentang biografi Imam Syafi'i, pada jilid 1 kitab terjemahan ini memuat pembahasan masalah fiqih yang disusun secara berurutan sebagai berikut:
a.. Tentang bersuci (thaharah),
b.. Tentang haid,
c.. Tentang shalat,
d.. Tentang shalat 'iedain,
e.. Tentang jenazah,
f.. Tentang zakat,
g.. Tentang pembagian zakat,
h.. Tentang puasa,
i.. Tentang i'tikaf,
j.. Tentang haji,
k.. Tentang qurban,
l.. Tentang hewan buruan dan sembelihan,
m.. Tentang makanan dan keterangan halal haramnya, dan
n.. Tentang nadzar.
Masing-masing masalah dibahas dalam bab-bab yang lebih rinci.
Pembahasan dalam buku ini banyak dilakukan dengan pola dialogis yang menunjukkan bahwa Imam Syafi'i seorang pendebat yang ulung. Barangsiapa membacanya niscaya ia
akan menyaksikan kekuatan hujjah imam Syafi'i dan ketajaman argumentasi berdasarkan Al-kitab dan sunnah.Tambahan catatan kaki, menyempurnakan kehadiran kitab ini.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala merahmati penulis, peringkas dan peneliti dan menjadikannya sebagai amal yang mulia, yang dapat memperbesar timbangan kebaikan
kita semua.
Untuk mendownload kitab Al-Um silahkan Lihat Dibawah ini :
imam syafi'i di berbagai cabang ilmu keislaman tidak diragukan oleh para ulama. Beliaulah peletak dasar ilmu hadits dan ushul fiqih lewat karya monumentalnya,
ar-Risalah.
Di berbagai belahan dunai Islam, khususnya di Asia Tenggara, termasuk Indonesia [dan Malaysia], mazhab Syafi'i menjadi pegangan utama kaum muslim.
Artinya dalam menjalankan aktivitas-aktivitas keagamaan yang berkaitan dengan masalah-masalah peribadatan mereka akan memilih dan mengamalkan
pendapat-pendapat yang berkembang dalam mazhab Syafi'i.
Akan tetapi diantara yang pantas disayangkan adalah, masih ada bahkan tidak sedikit diantara kalangan umat islam yang mengklaim dirinya pengikut madzab imam
syafi'i bahkan yang fanatik di antara mereka ternyata tidak mengenal siapa sebenarnya Imam Syafi'i. Jangankan ditanya tentang karya-karya ilmiah, aqidah,
manhaj, atau pandangan Iman Syafi'i terhadap pentingnya berpegang teguh pada Al-Qur'an dan As-sunnah, masa dan tempat al-Imam dilahirkan pun banyak yang tidak tahu. Jangan heran kalau ada yang menyangka Imam syafi'i adalah orang Asia Tenggara
sehingga fiqihnya cocok untuk orang Asia Tenggara.
Kitab al-Umm adalah satu di antara kitab-kitab Imam Syafi'i yang sangat terkenal. Di sana termuat fiqih Imam Syafi'i. Maka tidak jarang bila dalam sebuah
pembahasan hukum fiqih disebutkan "menurut Imam Syafi'i" maka yang dimaksud adalah dalam kitab al-Umm tersebut. Kitab al-Umm adalah sebuah kitab tebal yang terdiri dari empat jilid dan berisi 128 masalah.
Al-Hafidz ibnu Hajar berkata: "Jumlah kitab (masalah)dalam kitab al-umm sebanyak 40 bab lebih -wallahu a'lam- dimulai dari kitab at-Thaharah kemudian kitab as-Shalat. Begitu seterusnya yang beliau susun berdasarkan bab-bab fiqih ..."
Ringkasan KITAB AL UMM ini adalah terjemahan dari kitab Mukhtashar Kitab Al Umm fiil Fiqhi, yang merupakan ringkasan kitab al-Umm yang disertai dengan catatan kaki dari peneliti atau pentahqiqnya. Setelah sekilas menyebutkan tentang biografi Imam Syafi'i, pada jilid 1 kitab terjemahan ini memuat pembahasan masalah fiqih yang disusun secara berurutan sebagai berikut:
a.. Tentang bersuci (thaharah),
b.. Tentang haid,
c.. Tentang shalat,
d.. Tentang shalat 'iedain,
e.. Tentang jenazah,
f.. Tentang zakat,
g.. Tentang pembagian zakat,
h.. Tentang puasa,
i.. Tentang i'tikaf,
j.. Tentang haji,
k.. Tentang qurban,
l.. Tentang hewan buruan dan sembelihan,
m.. Tentang makanan dan keterangan halal haramnya, dan
n.. Tentang nadzar.
Masing-masing masalah dibahas dalam bab-bab yang lebih rinci.
Pembahasan dalam buku ini banyak dilakukan dengan pola dialogis yang menunjukkan bahwa Imam Syafi'i seorang pendebat yang ulung. Barangsiapa membacanya niscaya ia
akan menyaksikan kekuatan hujjah imam Syafi'i dan ketajaman argumentasi berdasarkan Al-kitab dan sunnah.Tambahan catatan kaki, menyempurnakan kehadiran kitab ini.
Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala merahmati penulis, peringkas dan peneliti dan menjadikannya sebagai amal yang mulia, yang dapat memperbesar timbangan kebaikan
kita semua.
Untuk mendownload kitab Al-Um silahkan Lihat Dibawah ini :
1 | الأم Jilid I | |
2 | الأم Jilid II | |
3 | الأم Jilid III | |
4 | الأم Jilid IV | |
5 | الأم Jilid V | |
6 | الأم Jilid VI | |
7 | الأم Jilid VII | |
8 | الأم Jilid VIII |
Oktober 23, 2009
العلم
قال الله تعالى: {يَرْفَعُ الله الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوْتُوا العِلْمَ درجاتٍ} (سورة المجادلة: 11) أي ويرفع درجات العلماء منهم خاصة، وقال الله عزّ وجلّ: {قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لا يَعْلَمُونَ} (سورة الزمر: 9) أي لا يستويان. وأخرج ابن عبد البر عن أنس قال: قال رسول الله : «اطْلُبُوا العِلْمَ وَلَوْ بِالصِّينِ، فَإِنَّ طَلَبَ العِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ إنّ المَلائِكَةَ تَضَعُ أَجْنِحَتَهَا لِطَالِبِ العِلْمِ رِضَا بِما يَطْلُبُ» والديلمي عن ابن عباس: «طَلَبُ العِلْمِ سَاعَةً خَيْرٌ مِنْ قِيَامِ لَيْلَةٍ وَطَلَبُ العِلْمِ يَوْماً خَيْرٌ مِنْ صِيَامِ ثَلاثَةِ أَشْهُرٍ» والترمذي عن سَنْجَرَةَ: «مَنْ طَلَبَ العِلْمَ كَانَ كَفَّارَةً لِمَا مَضَى» والشيرازي عن عائشة رضي الله عنها: «مَن انْتَقَلَ ليَتَعَلمَ عِلْمَاً غُفِرَ لَهْ قَبْلَ أَنْ يَخْطُو». وابن عساكر والديلمي عن ابن عباس رضي الله عنهما: «خُيِّرَ سُلَيْمَانُ عَلَيْهِ السَّلامُ بَيْنَ المالِ وَالمُلْكِ والعِلْمِ فَاخْتَارَ العِلْمَ فَأُعْطِيَ المُلْكَ وَالمالَ لاخْتِيَارِهِ العِلْمَ» والطبراني عن أبي أمامة: «أيُّمَا نَاشِىءٍ نَشَأَ فِي طَلَبِ العِلْمِ وَالعِبَادَةِ حَتَّى يَكْبرَ أَعْطَاهُ الله يَوْمَ القِيَامَةِ ثَوَابَ اثْنَيْنِ وَسَبْعِينَ صَدِّيقاً» وابن النجار عن أنس: «العُلَمَاءُ وَرَثَةُ الأنْبِيَاءِ يُحِبُّهُمْ أَهْلُ السَّمَاءِ، وَيَسْتَغْفِرُ لَهُمُ الحِيتَانُعِمَادٌ وَعِمَادُ هاذا الدِّينِ الفِقْهُ» وابن النجار عن محمد بن علي: «رَكْعَتانِ مِنْ عالِمٍ أَفْضَلُ مِنْ سَبْعِينَ رَكْعَةً مِنْ غَيْرِ عَالِمِ» . وأبو نعيم والخطيب عن أبي هريرة: «خِيَارُ أُمّتِي عُلَمَاؤُهَا وَخَيْرُ عُلَمائِهَا رُحَمَاؤُها، ألا وَإِنَّ الله تَعَالَى لَيَغْفِرُ لِلْعَالِمِ أَرْبَعِينَ ذَنْباً قَبْلَ أَنْ يَغْفِرَ لِلْجَاهِلِ ذَنْباً وَاحِداً. ألا وَإِنَّ العَالِمَ الرَّحِيمَ يَجِيءُ يَوْمَ القِيَامَةِ وَإِنَّ نورَهُ قَدْ أَضَاءَ يَمْشِي فِيهِ مَا بَيْنَ المَشْرِقِ وَالمَغْرِبِ، كَمَا يُضِيءُ الكَوْكَبُ الدُّرِّيُّ» والديلمي عن ابن عباس: «إذَا مَاتَ العَالِمُ صَوَّرَ الله عِلْمَهُ فِي قَبْرِهِ يُؤْنِسُهُ يَوْمَ القِيَامَةِ، وَيَدْرَأُ عَنْهُ هَوَامّ الأرْضِ» وأبو الشيخ والديلمي عن ابن عباس رضي الله عنهما: «إذَا اجْتَمَعَ الْعَالِمُ وَالعَابِدُ عَلَى الصِّرَاطِ، قِيلَ لِلْعَابِدِ: أدْخُلِ الْجَنَّةَ وَتَنْعَّمْ بِعِبَادَتِكَ، وَقِيلَ لِلْعَالِمِ قِفْ هُنَا ففَاشْفَعْ لِمَنْ أَحْبَبْتَ فَإِنَّكَ لا تَشْفَعُ لأحَدٍ إلا شَفَعْتَ فَقَامَ مَقَامَ الأنْبِيَاءِ» والخطيب عن عثمان رضي الله عنه: «أوّلُ مَنْ يَشْفَعُ يَوْمَ القِيَامَةِ الأنْبِيَاءُ ثُمَّ العُلَمَاءُ ثُمَّ الشُّهَدَاءُ» وعن أنس: «فَضْلُ العَالِمِ عَلَى غَيْرِهِ كَفَضْل النَّبِيِّ عَلَى أُمَّتِهِ» وعن جابر: «أَكْرِمُوا العُلَمَاءَ فَإِنَّهُمْ وَرَثَةُ الأنْبِيَاءِ فَمَنْ أَكْرَمَهُمْ فَقَدْ أَكْرَمَ الله وَرَسُولَهُ» وابن عساكر عن أبي سعيد: «مَنْ عَلَّمَ آيَةً مِنْ كِتَابِ الله أو باباً مِنْ عِلْمٍ أنْمَى الله أَجْرَهُ إلَى يَوْمِ القِيَامَةِ» وابن ماجه عن معاذ بن أنس: «مَنْ عَلَّمَ عِلْماً فَلَهُ أَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهِ وَلا يَنَقْصُ مِنْ أَجْرِ العَامِلِ» وأحمد عن معاذ: «لأنَ يَهْدِي الله وبِكَ وقال شيخنا شيخ مشايخ الإسلام والمسلمين قطب الزمان شمس دائرة العرفان، لسان الملكوت القدسي في عالم التمكين زين العابدين أبو بكر محمد بن أبي الحسن البكري الصدِّيقي رضي الله عنه فيما أوصاني به: اجعل الإخلاص فيما تفيده وتستفيده شعارك، والأدب مع الله فيما تعلمه وتتعلمه دثارك، ولا تبخل على طالب بتعليم ما علمه الله إياك متحرّياً فيه تحرّي من يعلم أن الله يراه انتهى. رزقنا الله الإخلاص في طلب العلم ونشره، وفي جميع الطاعات. وفي الغاية للحصني قال السيد الجليل ضرار بن عمرو: إنّ قوماً تركوا العلم ومجالسة أهل العلم، واتخذوا محاريب وصلوا وصاموا حتى يبس جلد أحدهم على عظمه خالفوا فهلكوا، والذي لا اله غيره ما عمل عامل على جهل إلا كان ما يفسد أكثر مما يصلح، وصفهم بالهلاك.
(تنبيه:) إنّ أول واجب على الآباء للأولاد تعليمهم أن النبيّ بعث بمكة ومات ودفن بالمدينة.
اعلم أن أوّل ما يلزم المكلف تعلم الشهادتين ومعناهما وجزم اعتقاده، ثم تعلم ظواهر علم التوحيد وصفات الله تعالى، وإن لم يكن عن الدليل، ثم ما يحتاج إليه لإقامة فرائض الدين كأركان الصلاة والصوم وشروطهما، والزكاة إن ملك مالاً نصاباً، ولو كان هناك ساعٍ، والحجّ إن كان مستطيعاً له، ثم علم الأحكام التي يكثر وقوعها إن أراد أن يباشر عقداً بيعاً كان أو غيره كالأركان والشروط، ولا سيما في الرَّبَويَّات لمن خاض فيها، وكواجبات القسم بين الزوجات والقيام بالمماليك، ويجب أيضاً تعلم دواء أمراض القلب: كالحسد والرياء والعجب والكبر واعتقاد ما ورد به الكتاب والسنة.
(تنبيه:) إنّ أول واجب على الآباء للأولاد تعليمهم أن النبيّ بعث بمكة ومات ودفن بالمدينة.
اعلم أن أوّل ما يلزم المكلف تعلم الشهادتين ومعناهما وجزم اعتقاده، ثم تعلم ظواهر علم التوحيد وصفات الله تعالى، وإن لم يكن عن الدليل، ثم ما يحتاج إليه لإقامة فرائض الدين كأركان الصلاة والصوم وشروطهما، والزكاة إن ملك مالاً نصاباً، ولو كان هناك ساعٍ، والحجّ إن كان مستطيعاً له، ثم علم الأحكام التي يكثر وقوعها إن أراد أن يباشر عقداً بيعاً كان أو غيره كالأركان والشروط، ولا سيما في الرَّبَويَّات لمن خاض فيها، وكواجبات القسم بين الزوجات والقيام بالمماليك، ويجب أيضاً تعلم دواء أمراض القلب: كالحسد والرياء والعجب والكبر واعتقاد ما ورد به الكتاب والسنة.
September 25, 2009
Hari Kiamat dan Hisab
1. Seorang Arab Badui bertanya, "Kapankah tibanya kiamat?" Nabi Saw lalu menjawab, "Apabila amanah diabaikan maka tunggulah kiamat." Orang itu bertanya lagi, "Bagaimana hilangnya amanat itu, ya Rasulullah?" Nabi Saw menjawab, "Apabila perkara (urusan) diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah kiamat." (HR. Bukhari)
2. Mendekati kiamat akan terjadi fitnah-fitnah seolah-olah kepingan-kepingan malam yang gelap-gulita. Seorang yang pagi hari beriman maka pada sore harinya menjadi kafir, dan orang yang pada sore harinya beriman maka pada pagi harinya menjadi kafir, dia menjual agamanya dengan (imbalan) harta-benda dunia. (HR. Abu Dawud)
3. Belum terjadi kiamat sehingga orang-orang dari umatku kembali menyembah berhala-berhala selain Allah. (HR. Abu Dawud)
4. Belum terjadi kiamat sebelum seorang yang melewati kuburan berkata, "Alangkah baiknya sekiranya aku di tempat orang ini." (Maksudnya, dia ingin mati dan tidak ingin hidup karena beban berat yang selalu dihadapinya). (HR Bukhari)
5. Belum akan terjadi kiamat sehingga anak selalu menjengkelkan kedua orang tuanya, banjir di musim kemarau, kaum penjahat melimpah, orang-orang terhormat (mulia) menjadi langka, anak-anak muda berani menentang orang tua serta orang jahat dan hina berani melawan yang terhormat dan mulia. (HR. Asysyihaab).
6. Belum akan kiamat sehingga tidak ada lagi di muka bumi orang yang menyebut : "Allah, Allah." (HR. Muslim)
7. Belum akan datang kiamat sehingga seorang membunuh tetangganya, saudaranya dan ayahnya. (HR. Bukhari)
8. Belum akan datang kiamat sehingga manusia berlomba-lomba membangun dan memperindah masjid-masjid. (HR. Abu Dawud)
9. Di antara tanda-tanda kiamat ialah ilmu terangkat, kebodohan menjadi dominan, arak menjadi minuman biasa, zina dilakukan terang-terangan, wanita berlipat banyak, dan laki-laki berkurang sehingga lima puluh orang wanita berbanding seorang pria. (HR. Bukhari)
10. Belum akan datang kiamat sehingga manusia berlomba-lomba dengan bangunan-bangunan yang megah. (HR. Bukhari)
11. Belum akan tiba kiamat sehingga merajalela 'Alharju'. Para sahabat lalu bertanya, "Apa itu 'Alharju', ya Rasulullah?" Lalu beliau menjawab,"Pembunuhan... pembunuhan..." (HR. Ahmad)
12. Belum akan tiba kiamat melainkan matahari akan terbit dari Barat. Jika terbit dari Barat maka seluruh umat manusia akan beriman. Pada saat itu tidak bermanfaat lagi iman seseorang kepada dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu, atau dia belum mengusahakan kebaikan dalam masa imannya." (HR. Bukhari dan Muslim)
13. Belum akan tiba kiamat sehingga harta banyak dan melimpah, dan orang ke luar membawa zakat hartanya tetapi tidak ada yang mau menerimanya, dan negeri-negeri Arab kembali menjadi rerumputan hijau dengan sungai-sungai mengalir. (HR. Muslim)
14. Tibanya kiamat atas makhluk-makhluk yang jahat. (HR. Muslim)
Penjelasan:
Artinya : Saat kiamat tiba, tidak ada lagi orang yang beriman. Jadi yang ditimpa azab kiamat ialah orang-orang yang jahat.
15. Saat akan tiba kiamat, jaman saling mendekat. Satu tahun seperti sebulan, sebulan seperti seminggu, seminggu seperti sehari, sehari seperti satu jam dan satu jam seperti menyalakan kayu dengan api. (HR. Tirmidzi)
Penjelasan:
Jika kiamat tiba maka rotasi bumi makin cepat. Kalau rotasi sekarang 1000 mil per jam, maka dapat diperkirakan pada hari kiamat tujuh kali atau dua belas kali bahkan lebih.
16. Demi yang jiwa Muhammad dalam genggaman-Nya. Tiada tiba kiamat melainkan telah merata dan merajalela dengan terang-terangan segala perbuatan mesum dan keji, pemutusan hubungan kekeluargaan, beretika (berakhlak) buruk dengan tetangga, orang yang jujur (amanat) dituduh berkhianat, dan orang yang khianat diberi amanat (dipercaya). (HR. Al Hakim)
17. Belum akan tiba kiamat sehingga kaum muslimin berperang dengan orang-orang Yahudi. Kaum muslimin membunuh mereka dan mereka bersembunyi di balik batu dan pohon-pohonan. Lalu batu dan pohon-pohon berkata, "Wahai kaum muslimin, wahai hamba Allah, ini orang Yahudi di belakang saya. Mari bunuhlah dia." Kecuali pohon "Gharqad" yang tumbuh di Baitil Maqdis. Itu adalah pohon orang-orang Yahudi. (HR. Ahmad)
18. Orang-orang ahli (Laailaaha illallah) tidak akan mengalami kesepian tatkala wafat, saat di kuburan dan ketika dibangkitkan. Seolah-olah aku melihat mereka ketika dibangkitkan (pada tiupan sangkakala yang kedua). Mereka sedang menyingkirkan tanah (pasir) dari kepala mereka seraya berkata, "Alhamdulillah, yang telah menghilangkan duka-cita dari kami." (HR. Abu Ya'la)
19. Kamu akan dibangkitkan pada hari kiamat tanpa sandal, telanjang bulat dan tidak dikhitan. Aisyah bertanya, "Ya Rasulullah, laki-laki dan perempuan saling melihat (aurat) yang lain?" Nabi Saw menjawab, "Pada saat itu segala urusan sangat dahsyat sehingga orang tidak memperhatikan (mengindahkan) hal itu." (Mutafaq'alaih)
20. Didatangkan kebaikan-kebaikan (pahala) dan kejahatan-kejahatan (dosa) seorang hamba, lalu saling mengikis dan bila masih tersisa kebaikan (pahala) itu Allah akan melapangkannya untuk masuk surga. (HR. Bukhari)
21. Seorang anak Adam sebelum menggerakkan kakinya pada hari kiamat akan ditanya tentang lima perkara: (1) Tentang umurnya, untuk apa dihabiskannya; (2) Tentang masa mudanya, apa yang telah dilakukannya; (3) Tentang hartanya, dari sumber mana dia peroleh dan (4) dalam hal apa dia membelanjakannya; (5) dan tentang ilmunya, mana yang dia amalkan. (HR. Ahmad)
22. Amal seseorang tidak dapat menyelamatkannya. Seorang sahabat lantas bertanya
2. Mendekati kiamat akan terjadi fitnah-fitnah seolah-olah kepingan-kepingan malam yang gelap-gulita. Seorang yang pagi hari beriman maka pada sore harinya menjadi kafir, dan orang yang pada sore harinya beriman maka pada pagi harinya menjadi kafir, dia menjual agamanya dengan (imbalan) harta-benda dunia. (HR. Abu Dawud)
3. Belum terjadi kiamat sehingga orang-orang dari umatku kembali menyembah berhala-berhala selain Allah. (HR. Abu Dawud)
4. Belum terjadi kiamat sebelum seorang yang melewati kuburan berkata, "Alangkah baiknya sekiranya aku di tempat orang ini." (Maksudnya, dia ingin mati dan tidak ingin hidup karena beban berat yang selalu dihadapinya). (HR Bukhari)
5. Belum akan terjadi kiamat sehingga anak selalu menjengkelkan kedua orang tuanya, banjir di musim kemarau, kaum penjahat melimpah, orang-orang terhormat (mulia) menjadi langka, anak-anak muda berani menentang orang tua serta orang jahat dan hina berani melawan yang terhormat dan mulia. (HR. Asysyihaab).
6. Belum akan kiamat sehingga tidak ada lagi di muka bumi orang yang menyebut : "Allah, Allah." (HR. Muslim)
7. Belum akan datang kiamat sehingga seorang membunuh tetangganya, saudaranya dan ayahnya. (HR. Bukhari)
8. Belum akan datang kiamat sehingga manusia berlomba-lomba membangun dan memperindah masjid-masjid. (HR. Abu Dawud)
9. Di antara tanda-tanda kiamat ialah ilmu terangkat, kebodohan menjadi dominan, arak menjadi minuman biasa, zina dilakukan terang-terangan, wanita berlipat banyak, dan laki-laki berkurang sehingga lima puluh orang wanita berbanding seorang pria. (HR. Bukhari)
10. Belum akan datang kiamat sehingga manusia berlomba-lomba dengan bangunan-bangunan yang megah. (HR. Bukhari)
11. Belum akan tiba kiamat sehingga merajalela 'Alharju'. Para sahabat lalu bertanya, "Apa itu 'Alharju', ya Rasulullah?" Lalu beliau menjawab,"Pembunuhan... pembunuhan..." (HR. Ahmad)
12. Belum akan tiba kiamat melainkan matahari akan terbit dari Barat. Jika terbit dari Barat maka seluruh umat manusia akan beriman. Pada saat itu tidak bermanfaat lagi iman seseorang kepada dirinya sendiri yang belum beriman sebelum itu, atau dia belum mengusahakan kebaikan dalam masa imannya." (HR. Bukhari dan Muslim)
13. Belum akan tiba kiamat sehingga harta banyak dan melimpah, dan orang ke luar membawa zakat hartanya tetapi tidak ada yang mau menerimanya, dan negeri-negeri Arab kembali menjadi rerumputan hijau dengan sungai-sungai mengalir. (HR. Muslim)
14. Tibanya kiamat atas makhluk-makhluk yang jahat. (HR. Muslim)
Penjelasan:
Artinya : Saat kiamat tiba, tidak ada lagi orang yang beriman. Jadi yang ditimpa azab kiamat ialah orang-orang yang jahat.
15. Saat akan tiba kiamat, jaman saling mendekat. Satu tahun seperti sebulan, sebulan seperti seminggu, seminggu seperti sehari, sehari seperti satu jam dan satu jam seperti menyalakan kayu dengan api. (HR. Tirmidzi)
Penjelasan:
Jika kiamat tiba maka rotasi bumi makin cepat. Kalau rotasi sekarang 1000 mil per jam, maka dapat diperkirakan pada hari kiamat tujuh kali atau dua belas kali bahkan lebih.
16. Demi yang jiwa Muhammad dalam genggaman-Nya. Tiada tiba kiamat melainkan telah merata dan merajalela dengan terang-terangan segala perbuatan mesum dan keji, pemutusan hubungan kekeluargaan, beretika (berakhlak) buruk dengan tetangga, orang yang jujur (amanat) dituduh berkhianat, dan orang yang khianat diberi amanat (dipercaya). (HR. Al Hakim)
17. Belum akan tiba kiamat sehingga kaum muslimin berperang dengan orang-orang Yahudi. Kaum muslimin membunuh mereka dan mereka bersembunyi di balik batu dan pohon-pohonan. Lalu batu dan pohon-pohon berkata, "Wahai kaum muslimin, wahai hamba Allah, ini orang Yahudi di belakang saya. Mari bunuhlah dia." Kecuali pohon "Gharqad" yang tumbuh di Baitil Maqdis. Itu adalah pohon orang-orang Yahudi. (HR. Ahmad)
18. Orang-orang ahli (Laailaaha illallah) tidak akan mengalami kesepian tatkala wafat, saat di kuburan dan ketika dibangkitkan. Seolah-olah aku melihat mereka ketika dibangkitkan (pada tiupan sangkakala yang kedua). Mereka sedang menyingkirkan tanah (pasir) dari kepala mereka seraya berkata, "Alhamdulillah, yang telah menghilangkan duka-cita dari kami." (HR. Abu Ya'la)
19. Kamu akan dibangkitkan pada hari kiamat tanpa sandal, telanjang bulat dan tidak dikhitan. Aisyah bertanya, "Ya Rasulullah, laki-laki dan perempuan saling melihat (aurat) yang lain?" Nabi Saw menjawab, "Pada saat itu segala urusan sangat dahsyat sehingga orang tidak memperhatikan (mengindahkan) hal itu." (Mutafaq'alaih)
20. Didatangkan kebaikan-kebaikan (pahala) dan kejahatan-kejahatan (dosa) seorang hamba, lalu saling mengikis dan bila masih tersisa kebaikan (pahala) itu Allah akan melapangkannya untuk masuk surga. (HR. Bukhari)
21. Seorang anak Adam sebelum menggerakkan kakinya pada hari kiamat akan ditanya tentang lima perkara: (1) Tentang umurnya, untuk apa dihabiskannya; (2) Tentang masa mudanya, apa yang telah dilakukannya; (3) Tentang hartanya, dari sumber mana dia peroleh dan (4) dalam hal apa dia membelanjakannya; (5) dan tentang ilmunya, mana yang dia amalkan. (HR. Ahmad)
22. Amal seseorang tidak dapat menyelamatkannya. Seorang sahabat lantas bertanya
September 10, 2009
مكروهات الوضوء
الإسراف في الماء: كأن يزيد على الثلاث بنية الوضوء، أو يأخذ في الغرفة زيادة عما يكفي العضو، ولو كان يغترف من البحر، ومحل كون الإسراف مكروهاً إن كان الماء مباحاً أو مملوكاً له، فإن كان مسبلاً للوضوء كالفساقي أو مملوكاً للغير وأذن في الوضوء منه ولم يأذن في الإسراف حرم. ويجب الاقتصار في المسبل على ما أراد مسبله فيحرم استعماله في غير ذلك كتزويد الدواة ونحوه، وكالاستنجاء من ماء الفساقي المعدّة للوضوء، أو ماء مغاطس المسجد إلا إذا لم يكن في بـيوت الأخلية ماء للعذر. ويحرم تقذير ذلك كالبول فيه، ووضع العضو فيه متنجساً وكذا البصق أو الامتخاط أو نحو ذلك.
ومن مكروهات الوضوء: النقص عن الثلاث والوضوء في الماء الراكد بلا عذر ولو كثيراً ما لم يكن مستبحراً، (وليقتصر) أي المتوضىء (حتماً) أي وجوباً (على واجب لضيق وقت) عن إدراك فرض الصلاة كلها فيه فيجب ترك جميع السنن لذلك على ما قاله ابن حجر. ويجب الاقتصار على مرة واحدة لذلك أيضاً: بحيث لو ثلث خرج وقت الفرض. (أو قلة ماء) بحيث كان الماء لا يكفي إلا فرض الوضوء أو كان المتوضىء يحتاج للفاضل للعطش بحيث لو أكمل الوضوء لاستغرق الماء وأدركه العطش. (و) ليقتصر (ندباً) على الواجب (لإدراك جماعة) لم يرج غيرها، نعم ما قيل بوجوبه كالدلك لا يسنّ تركه لأجل الجماعة بل يسنّ إتيانه وإن أدّى إلى فوت الجماعة قياساً على ندب رعاية ترتيب الفوائت وإن فاتت الجماعة إذ قد قيل بوجوب ترتيبها.
ومن مكروهات الوضوء: النقص عن الثلاث والوضوء في الماء الراكد بلا عذر ولو كثيراً ما لم يكن مستبحراً، (وليقتصر) أي المتوضىء (حتماً) أي وجوباً (على واجب لضيق وقت) عن إدراك فرض الصلاة كلها فيه فيجب ترك جميع السنن لذلك على ما قاله ابن حجر. ويجب الاقتصار على مرة واحدة لذلك أيضاً: بحيث لو ثلث خرج وقت الفرض. (أو قلة ماء) بحيث كان الماء لا يكفي إلا فرض الوضوء أو كان المتوضىء يحتاج للفاضل للعطش بحيث لو أكمل الوضوء لاستغرق الماء وأدركه العطش. (و) ليقتصر (ندباً) على الواجب (لإدراك جماعة) لم يرج غيرها، نعم ما قيل بوجوبه كالدلك لا يسنّ تركه لأجل الجماعة بل يسنّ إتيانه وإن أدّى إلى فوت الجماعة قياساً على ندب رعاية ترتيب الفوائت وإن فاتت الجماعة إذ قد قيل بوجوب ترتيبها.
الصلاة
حقيقتها شرعاً: أقوال غالباً، وأفعال ولو قلبـية مفتتحة بالتكبـير المقترن بالنية، مختتمة بالتسليم على وجه مخصوص، وهي أربعة أنواع: فرض عين بالشرع، وفرض عين بالنذر، وفرض كفاية، وسنة.
فالفرض العيني بالشرع خمس صلوات في كل يوم وليلة. وهي: الظهر، والعصر، والمغرب، والعشاء، والصبح لا غير. ووجوبها معلوم من الدين بالضرورة، فيكفر جاحدها. وفرضت ليلة المعراج في السماء، وهذه الصلوات تفرقت في الأنبـياء، فالفجر لآدم، والظهر لإبراهيم، والعصر لسليمان، والمغرب لعيسى: ركعتين عن نفسه، وركعة عن أمّه، والعشاء خصت به هذه الأمّة. وقيل: الظهر لداود، والمغرب ليعقوب، والعشاء ليونس، وقيل: لموسى، والأصح أن العشاء من خصوصيتنا كما نقله الشبراملسي عن ابن قاسم . والغرض بالنذر هو ما يوجبه المكلف على نفسه بالنذر من النوافل، ويسلك بالنذر مسلك واجب الشرع في العزائم: كوجوب فعله دون الرخص كالقصر والجمع. وفرض الكفاية هو صلاة الجنازة. والسنة هي النوافل الآتي بـيانها (إنما تجب المكتوبة) أي الصلوات الخمس (على مسلم) ولو فيما مضى، ذكر أو غيره، فلا تجب على كافر أصلي وجوب مطالبة بها منا في الدنيا لعدم صحتها منه، لكن تجب عليه وجوب معاقبة عليها في الآخرة لتمكنه من فعلها بالإسلام، ولا قضاء عليه إذا أسلم، فإذا أسلم أثيب على ما فعله من القرب التي لا تحتاج إلى نية: كصدقة، وصلة، وعتق. وتجب على المرتدّ فيقضيها إذا أسلم حتى زمن الجنون في الردّة تغليظاً عليه ولأنه التزمها بالإسلام فلا تسقط عنه بالجحود كحق الآدمي بخلاف زمن الحيض والنفاس فيها فلا تقضي في ذلك (مكلف) أي بالغ عاقل سليم الحواس بلغته الدعوة فلا تجب على صبـي ولا على مجنون لم يتعدّ بسبب جنونه كمن وثب وثبة لم يرد بها زوال عقله، ولا على سكران بغير مؤثم لعدم تكليفهم.
لقوله : «رفع القلم عن ثلاث: عن النائم حتى يستيقظ، وعن الصبـي حتى يكبر وعن المجنون حتى يعقل أو يفيق» . رواه ابن ماجه والحاكم
ومن نشأ بشاهق جبل ولم تبلغه دعوة الإسلام غير مكلف بشيء، وكذا من خلق أعمى أصم فإنه غير مكلف بشيء إذ لا طريق له إلى العلم بذلك ولو كان ناطقاً، لأن النطق بمجرده لا يكون طريقاً لمعرفة الأحكام الشرعية، بخلاف من طرأ عليه ذلك بعد المعرفة فإنه مكلف، ولو أسلم من لم تبلغه الدعوة وجب عليه القضاء لأنه منزل منزلة مسلم نشأ بعيداً عن العلماء، بخلاف من خلق أعمى أصم فإنه إن زال مانعه لا قضاء عليه لأنه ليس فيه أهلية الخطاب (طاهر) من الحيض والنفاس، فلا تجب على حائض ونفساء لعدم صحتها منهما، فمن توفرت فيه هذه الشروط وجبت عليه الصلاة إجماعاً. (ويقتل) أي من ذكر بضرب عنقه بالسيف لا بغير ذلك (إن أخرجها) أي الصلاة ولو صلاة واحدة فقط (عن وقت جمع) لها إن كان، فلا يقتل بترك الظهر كالعصر حتى تغرب الشمس، ولا بترك المغرب كالعشاء حتى يطلع الفجر، لأن وقت الجمع وقت الصلاة في العذر فكان شبهة في القتل، ويقتل بترك الصبح بعد طلوع الشمس. أما الجمعة فيقتل بها إذا ضاق الوقت عن أقل ممكن من الخطبة والصلاة وإن قال: أصليها ظهراً لأن الظهر ليس بدلاً عنها (كسلاً) أو تهاوناً مع اعتقاده وجوبها (إن لم يتب) أي إن لم يفعل الصلاة بعد مطالبة الإمام أو نائبه بأدائها وتوعده بالقتل فلا يفيد طلب غيره، وتوعده ثبوت القتل لأنه ليس من منصبه فيطالب ندباً الإمام أو نائبه في الحال بأدائها إذا ضاق وقتها عن فعلها بأن بقي من الوقت زمن يسع مقدار الفريضة والطهارة، ويتوعده بالقتل إن أخرجها عن الوقت فيقول له: صلّ، فإن صليت تركناك وإن أخرجتها عن الوقت قتلناك. وعلم من ذلك أن الوقت وقتان: وقت أمر، ووقت قتل، فلا يقتل عند ضيق الوقت بحيث يتحقق فوتها. ثم القتل بعد خروج الوقت ليس لمطلق كونها قضاء إذ لا قتل به، وإنما هو للترك بلا عذر مع الطلب منه في الوقت وامتناعه من الفعل بعده وإن لم يصرح بقوله: لا أفعل كما في فتح الجواد. وحكمه بعد قتله حكم باقي المسلمين في وجوب الدفن والغسل والتكفين والصلاة عليه كغيره ممن قتل حدًّا من المسلمين، ولو زعم زاعم أن بـينه وبـين الله حالة أسقطت عنه الصلاة وأحلت له شرب الخمر كما زعمه بعض الصوفية، فلا شك في وجوب قتله، وإن كان في خلوده في النار نظر، وقتل مثله أفضل من قتل مائة كافر لأن ضرره أكثر (ويبادر بفائت) من فرض صلاة أو غيرها متى تذكره وجوباً إن فات بغير عذر تعجيلاً لبراءة الذمّة، فلا يجوز لغير المعذور أن يصرف زمناً في غير قضائه كالتطوّع، وفرض الكفاية وفرض عين موسع إلا فيما يضطر إليه: كالنوم، وتحصيل مؤنة من تلزمه مؤنته، وكالصور المستثناة من وجوبها الفورية، وهي مسائل: منها: ما إذا خاف فوت أداء حاضرة بأن علم أنه لو اشتغل بقضاء الفائتة لم يدرك من وقت الحاضرة ما يسع ركعة، فيبدأ بالحاضرة وجوباً وخرج بفوت أداء الحاضرة فوت جماعتها، فإذا خاف فوتها بدأ بالقضاء، وظاهر هذا أنه يبدأ بالفائتة ولو بعذر، وأنه لا فرق بـين أن يرجو جماعة غير هذه أو لا. ومنها: ما إذا لم يوجد إلا ثوب واحد في رفقة عراة أو ازدحموا على بئر أو مكان للصلاة فلا يقضي حتى تنتهي النوبة إليه. ومنها: فاقد الطهورين إذا صلى لحرمة الوقت ثم وجد خارج الوقت تراباً لا يسقط به الفرض، كأن كان بمحل يغلب فيه وجود الماء فلا يقضي به إذ لا فائدة فيه. ومنها: ما إذا وجد غريقاً يجب إنقاذه فيحرم اشتغاله بالقضاء، ويبادر بفائت استحباباً مسارعة لبراءة ذمّته إن فات بعذر فإن وجوب قضائه على التراخي والعذر كنوم لم يتعدّ به بأن كان قبل دخول الوقت أو فيه ووثق بـيقظته قبل خروجه بحيث يدرك الصلاة فيه، فإن كان متعدياً به: كأن نام بعد دخوله ولم يثق بـيقظته فيه وجب القضاء فوراً، وحيث لم يكن متعدياً بالنوم واستيقظ من نومه وقد بقي من وقت الفريضة ما لا يسع إلا الوضوء أو بعضه فحكمه حكم ما فاته بعذر فلا يجب قضاؤها فوراً. ومن الأعذار: نسيان لم ينشأ عن تقصير فإن كان عن تقصير كاشتغال بلعب فليس عذراً، واشتغال بما يلزمه تقديمه على الصلاة كدفع صائل وتُقضي الجمعة ظهراً. ويندب قضاء النوافل المؤقتة دون النفل المطلق وذي السبب ولو كان عليه فوائت لا يعلم عددها قضى ما تحقق تركه، فلا يقضي المشكوك فيه على ما قاله القفال، والمعتمد ما قاله القاضي حسين أنه يقضي ما زاد على ما تحقق فعله فيقضي ما ذكر (ويسن ترتيبه) أي الفائت في القضاء على ترتيب أوقات الفوائت وأيامها خروجاً من خلاف من أوجبه، فيبدأ بالفائت أوّلاً ولو بعذر، ويؤخر عنه الفائت ثانيا ولو بلا عذر، فلو فاته ظهر هذا اليوم مثلاً بعذر وعصره بلا عذر قدم في القضاء الظهر مراعاة للترتيب. وفهم من هذا المثال أنه لو فاته عصر الأمس وظهر اليوم قدم في القضاء عصر الأمس على ظهر اليوم مراعاة للترتيب (و) يسنّ (تقديمه) أي الفائت (على حاضرة) على تفصيل في ذلك. حاصله أنه إن كان يعلم أنه بعد فراغه من الفائتة يدرك الحاضرة كلها في الوقت بدأ بالفائتة وجوباً إن فاتته بلا عذر، وندباً إن فاتته بعذر، وإن كان يعلم أنه بعد فراغه منها لا يدرك من الحاضرة إلا ركعة في الوقت بدأ بالفائتة ندباً مطلقاً، ولو كان الباقي من الوقت ما يسع الوضوء ودون ركعة قدم الحاضرة على الفائتة لئلا تصير صاحبة الوقت فائتة أيضاً ولو تذكر فائتة بعد شروعه في حاضرة أتمها ضاق الوقت أو اتسع، وسواء كانت الفائتة يجب قضاؤها فوراً أو لا، ولو شرع في فائتة معتقداً سعة الوقت فبان ضيقه وجب قطعها، والأفضل قلبها نفلاً مطلقاً حيث فعل منها ركعة فأكثر لا أقل. (ويؤمر) صبـي ذكر وأنثى (مميز) بأن يصير أهلاً لأن يأكل وحده ويشرب ويستنجي كذلك (بها) أي الصلاة ولو قضاء: أي يجب على كل من أبويه وإن علا ثم الوصي أو القيم، وكذا نحو الملتقط ومالك الرقيق والوديع والمستعير أن يأمر الطفل بالصلاة (لسبع) من السنين: أي بعد استكمالها، فلا يجب الأمر قبل اجتماع السبع والتميـيز، ولا يقتصر الولي على مجرد الأمر، بل مع التهديد على ترك الصلاة كأن يتوعده بما يخوّفه إذا تركها (ويضرب) أي المميز وجوباً على من ذكر (عليها) أي على تركها ضرباً غير مبرح (لعشر) لأنه مظنة البلوغ فيجوز ضربه في أثناء العاشرة.
والأصل في ذلك قوله : «مروا أولادكم بالصلاة وهم أبناء سبع، واضربوهم عليها وهم أبناء عشر، وفرقوا بـينهم في المضاجع» (كصوم أطاقه) بأن لم تحصل له به مشقة لا تحتمل عادة وإن لم تبح التيمم. ويجب على من مر نهيه عن المحرمات وتعليمه الواجبات وسائر الشرائع كالسواك وحضور الجماعات ثم إن بلغ رشيداً انتفى ذلك عن الأولياء أو سفيهاً فولاية الأب مستمرة فيكون كالصبـي، وأجرة تعليمه الواجبات في ماله، فإن لم يكن فعلى الأب، ثم الأم، ويخرج من ماله أجرة تعليم القرآن والآداب: كزكاته، ونفقة ممونه، وبدل متلفه، فمعنى وجوبها في ماله ثبوتها في ذمّة الصبـي.
فالفرض العيني بالشرع خمس صلوات في كل يوم وليلة. وهي: الظهر، والعصر، والمغرب، والعشاء، والصبح لا غير. ووجوبها معلوم من الدين بالضرورة، فيكفر جاحدها. وفرضت ليلة المعراج في السماء، وهذه الصلوات تفرقت في الأنبـياء، فالفجر لآدم، والظهر لإبراهيم، والعصر لسليمان، والمغرب لعيسى: ركعتين عن نفسه، وركعة عن أمّه، والعشاء خصت به هذه الأمّة. وقيل: الظهر لداود، والمغرب ليعقوب، والعشاء ليونس، وقيل: لموسى، والأصح أن العشاء من خصوصيتنا كما نقله الشبراملسي عن ابن قاسم . والغرض بالنذر هو ما يوجبه المكلف على نفسه بالنذر من النوافل، ويسلك بالنذر مسلك واجب الشرع في العزائم: كوجوب فعله دون الرخص كالقصر والجمع. وفرض الكفاية هو صلاة الجنازة. والسنة هي النوافل الآتي بـيانها (إنما تجب المكتوبة) أي الصلوات الخمس (على مسلم) ولو فيما مضى، ذكر أو غيره، فلا تجب على كافر أصلي وجوب مطالبة بها منا في الدنيا لعدم صحتها منه، لكن تجب عليه وجوب معاقبة عليها في الآخرة لتمكنه من فعلها بالإسلام، ولا قضاء عليه إذا أسلم، فإذا أسلم أثيب على ما فعله من القرب التي لا تحتاج إلى نية: كصدقة، وصلة، وعتق. وتجب على المرتدّ فيقضيها إذا أسلم حتى زمن الجنون في الردّة تغليظاً عليه ولأنه التزمها بالإسلام فلا تسقط عنه بالجحود كحق الآدمي بخلاف زمن الحيض والنفاس فيها فلا تقضي في ذلك (مكلف) أي بالغ عاقل سليم الحواس بلغته الدعوة فلا تجب على صبـي ولا على مجنون لم يتعدّ بسبب جنونه كمن وثب وثبة لم يرد بها زوال عقله، ولا على سكران بغير مؤثم لعدم تكليفهم.
لقوله : «رفع القلم عن ثلاث: عن النائم حتى يستيقظ، وعن الصبـي حتى يكبر وعن المجنون حتى يعقل أو يفيق» . رواه ابن ماجه والحاكم
ومن نشأ بشاهق جبل ولم تبلغه دعوة الإسلام غير مكلف بشيء، وكذا من خلق أعمى أصم فإنه غير مكلف بشيء إذ لا طريق له إلى العلم بذلك ولو كان ناطقاً، لأن النطق بمجرده لا يكون طريقاً لمعرفة الأحكام الشرعية، بخلاف من طرأ عليه ذلك بعد المعرفة فإنه مكلف، ولو أسلم من لم تبلغه الدعوة وجب عليه القضاء لأنه منزل منزلة مسلم نشأ بعيداً عن العلماء، بخلاف من خلق أعمى أصم فإنه إن زال مانعه لا قضاء عليه لأنه ليس فيه أهلية الخطاب (طاهر) من الحيض والنفاس، فلا تجب على حائض ونفساء لعدم صحتها منهما، فمن توفرت فيه هذه الشروط وجبت عليه الصلاة إجماعاً. (ويقتل) أي من ذكر بضرب عنقه بالسيف لا بغير ذلك (إن أخرجها) أي الصلاة ولو صلاة واحدة فقط (عن وقت جمع) لها إن كان، فلا يقتل بترك الظهر كالعصر حتى تغرب الشمس، ولا بترك المغرب كالعشاء حتى يطلع الفجر، لأن وقت الجمع وقت الصلاة في العذر فكان شبهة في القتل، ويقتل بترك الصبح بعد طلوع الشمس. أما الجمعة فيقتل بها إذا ضاق الوقت عن أقل ممكن من الخطبة والصلاة وإن قال: أصليها ظهراً لأن الظهر ليس بدلاً عنها (كسلاً) أو تهاوناً مع اعتقاده وجوبها (إن لم يتب) أي إن لم يفعل الصلاة بعد مطالبة الإمام أو نائبه بأدائها وتوعده بالقتل فلا يفيد طلب غيره، وتوعده ثبوت القتل لأنه ليس من منصبه فيطالب ندباً الإمام أو نائبه في الحال بأدائها إذا ضاق وقتها عن فعلها بأن بقي من الوقت زمن يسع مقدار الفريضة والطهارة، ويتوعده بالقتل إن أخرجها عن الوقت فيقول له: صلّ، فإن صليت تركناك وإن أخرجتها عن الوقت قتلناك. وعلم من ذلك أن الوقت وقتان: وقت أمر، ووقت قتل، فلا يقتل عند ضيق الوقت بحيث يتحقق فوتها. ثم القتل بعد خروج الوقت ليس لمطلق كونها قضاء إذ لا قتل به، وإنما هو للترك بلا عذر مع الطلب منه في الوقت وامتناعه من الفعل بعده وإن لم يصرح بقوله: لا أفعل كما في فتح الجواد. وحكمه بعد قتله حكم باقي المسلمين في وجوب الدفن والغسل والتكفين والصلاة عليه كغيره ممن قتل حدًّا من المسلمين، ولو زعم زاعم أن بـينه وبـين الله حالة أسقطت عنه الصلاة وأحلت له شرب الخمر كما زعمه بعض الصوفية، فلا شك في وجوب قتله، وإن كان في خلوده في النار نظر، وقتل مثله أفضل من قتل مائة كافر لأن ضرره أكثر (ويبادر بفائت) من فرض صلاة أو غيرها متى تذكره وجوباً إن فات بغير عذر تعجيلاً لبراءة الذمّة، فلا يجوز لغير المعذور أن يصرف زمناً في غير قضائه كالتطوّع، وفرض الكفاية وفرض عين موسع إلا فيما يضطر إليه: كالنوم، وتحصيل مؤنة من تلزمه مؤنته، وكالصور المستثناة من وجوبها الفورية، وهي مسائل: منها: ما إذا خاف فوت أداء حاضرة بأن علم أنه لو اشتغل بقضاء الفائتة لم يدرك من وقت الحاضرة ما يسع ركعة، فيبدأ بالحاضرة وجوباً وخرج بفوت أداء الحاضرة فوت جماعتها، فإذا خاف فوتها بدأ بالقضاء، وظاهر هذا أنه يبدأ بالفائتة ولو بعذر، وأنه لا فرق بـين أن يرجو جماعة غير هذه أو لا. ومنها: ما إذا لم يوجد إلا ثوب واحد في رفقة عراة أو ازدحموا على بئر أو مكان للصلاة فلا يقضي حتى تنتهي النوبة إليه. ومنها: فاقد الطهورين إذا صلى لحرمة الوقت ثم وجد خارج الوقت تراباً لا يسقط به الفرض، كأن كان بمحل يغلب فيه وجود الماء فلا يقضي به إذ لا فائدة فيه. ومنها: ما إذا وجد غريقاً يجب إنقاذه فيحرم اشتغاله بالقضاء، ويبادر بفائت استحباباً مسارعة لبراءة ذمّته إن فات بعذر فإن وجوب قضائه على التراخي والعذر كنوم لم يتعدّ به بأن كان قبل دخول الوقت أو فيه ووثق بـيقظته قبل خروجه بحيث يدرك الصلاة فيه، فإن كان متعدياً به: كأن نام بعد دخوله ولم يثق بـيقظته فيه وجب القضاء فوراً، وحيث لم يكن متعدياً بالنوم واستيقظ من نومه وقد بقي من وقت الفريضة ما لا يسع إلا الوضوء أو بعضه فحكمه حكم ما فاته بعذر فلا يجب قضاؤها فوراً. ومن الأعذار: نسيان لم ينشأ عن تقصير فإن كان عن تقصير كاشتغال بلعب فليس عذراً، واشتغال بما يلزمه تقديمه على الصلاة كدفع صائل وتُقضي الجمعة ظهراً. ويندب قضاء النوافل المؤقتة دون النفل المطلق وذي السبب ولو كان عليه فوائت لا يعلم عددها قضى ما تحقق تركه، فلا يقضي المشكوك فيه على ما قاله القفال، والمعتمد ما قاله القاضي حسين أنه يقضي ما زاد على ما تحقق فعله فيقضي ما ذكر (ويسن ترتيبه) أي الفائت في القضاء على ترتيب أوقات الفوائت وأيامها خروجاً من خلاف من أوجبه، فيبدأ بالفائت أوّلاً ولو بعذر، ويؤخر عنه الفائت ثانيا ولو بلا عذر، فلو فاته ظهر هذا اليوم مثلاً بعذر وعصره بلا عذر قدم في القضاء الظهر مراعاة للترتيب. وفهم من هذا المثال أنه لو فاته عصر الأمس وظهر اليوم قدم في القضاء عصر الأمس على ظهر اليوم مراعاة للترتيب (و) يسنّ (تقديمه) أي الفائت (على حاضرة) على تفصيل في ذلك. حاصله أنه إن كان يعلم أنه بعد فراغه من الفائتة يدرك الحاضرة كلها في الوقت بدأ بالفائتة وجوباً إن فاتته بلا عذر، وندباً إن فاتته بعذر، وإن كان يعلم أنه بعد فراغه منها لا يدرك من الحاضرة إلا ركعة في الوقت بدأ بالفائتة ندباً مطلقاً، ولو كان الباقي من الوقت ما يسع الوضوء ودون ركعة قدم الحاضرة على الفائتة لئلا تصير صاحبة الوقت فائتة أيضاً ولو تذكر فائتة بعد شروعه في حاضرة أتمها ضاق الوقت أو اتسع، وسواء كانت الفائتة يجب قضاؤها فوراً أو لا، ولو شرع في فائتة معتقداً سعة الوقت فبان ضيقه وجب قطعها، والأفضل قلبها نفلاً مطلقاً حيث فعل منها ركعة فأكثر لا أقل. (ويؤمر) صبـي ذكر وأنثى (مميز) بأن يصير أهلاً لأن يأكل وحده ويشرب ويستنجي كذلك (بها) أي الصلاة ولو قضاء: أي يجب على كل من أبويه وإن علا ثم الوصي أو القيم، وكذا نحو الملتقط ومالك الرقيق والوديع والمستعير أن يأمر الطفل بالصلاة (لسبع) من السنين: أي بعد استكمالها، فلا يجب الأمر قبل اجتماع السبع والتميـيز، ولا يقتصر الولي على مجرد الأمر، بل مع التهديد على ترك الصلاة كأن يتوعده بما يخوّفه إذا تركها (ويضرب) أي المميز وجوباً على من ذكر (عليها) أي على تركها ضرباً غير مبرح (لعشر) لأنه مظنة البلوغ فيجوز ضربه في أثناء العاشرة.
والأصل في ذلك قوله : «مروا أولادكم بالصلاة وهم أبناء سبع، واضربوهم عليها وهم أبناء عشر، وفرقوا بـينهم في المضاجع» (كصوم أطاقه) بأن لم تحصل له به مشقة لا تحتمل عادة وإن لم تبح التيمم. ويجب على من مر نهيه عن المحرمات وتعليمه الواجبات وسائر الشرائع كالسواك وحضور الجماعات ثم إن بلغ رشيداً انتفى ذلك عن الأولياء أو سفيهاً فولاية الأب مستمرة فيكون كالصبـي، وأجرة تعليمه الواجبات في ماله، فإن لم يكن فعلى الأب، ثم الأم، ويخرج من ماله أجرة تعليم القرآن والآداب: كزكاته، ونفقة ممونه، وبدل متلفه، فمعنى وجوبها في ماله ثبوتها في ذمّة الصبـي.
ما جاء في بيع اللحم
قال الشافعي رحمه الله وهكذا اللحم لا يجوز منه بيع لحم ضائن بلحمم ضائن رطلا برطل أحدهما يابس والآخر رطب ولا كلاهما رطب لأنه لا يكون اللحم ينقص نقصانا واحدا لاختلاف خلقته ومراعيه التي نغتذى منها لحمة فيكون منها الرخص الذي ينقص إذا يبس نقصانا كثيرا والغليظ الذي يقل نقصه ثم يختلف غلظهما باختلاف خلقته ورخصهما باختلاف خلقته فلا يجوز لحم أبدا إلا يابسا قد بلغ إناه يبسه وزنا بوزن من صنف واحد كالتمر كيلا بكيل من صنف واحد ويدا بيد ولا يفترقان حتى يتقابضا فإن قال قائل فهل يختلف الوزن والكيل فيما بيع يابسا قيل يجتمعان ويختلفان فإن قيل قد عرفنا حيث يجتمعان فأين يختلفان قيل التمر إذا وقع عليه اسم اليبس ولم يبلغ إناه بيبسه فبيع كيلا بكيل لم ينقص في الكيل شيئا وإذا ترك زمانا نقص في الوزن لأن الجفوف كلما زاد فيه كان أنقص لوزنه حتى يتناهى قال وما بيع وزنا فإنما قلت في اللحم لا يباع حتى يتناهى جفوفه لأنه قد يدخله اللحم باللحم متفاضل الوزن أو مجهولا وإن كان ببلاد ندية فكان إذا يبس ثم أصابه الندى رطب حتى يثقل لم يبع وزنا بوزن رطبا من ندى حتى يعود إلى الجفوف وحاله إذا حدث الندى فزاد في وزنه كحاله الأولى ولا يجوز أن يباع حتى يتناهى جفوفه كما لم يجز في الابتداء والقول في اللحمان المختلفة واحد من قولين أحدهما أن لحم الغنم صنف ولحم الابل صنف ولحم البقر صنف ولحم الظباء صنف ولحم كل ما تفرقت به أسماء دون الأسماء الجامعة صنف فيقال كله حيوان وكله دواب وكله من بهيمة الأنعام فهذا جماع أسمائه كله ثم تفرق اسماؤه فيقال لحم غنم ولحم إبل ولحم بقر ويقال لحم ظباء ولحم أرانب ولحم يرابيع ولحم ضباع ولحم ثعالب ثم يقال في الطير هكذا لحم كراكي ولحم حباريات ولحم حجل ولحم يعاقيب وكما يقال طعام ثم يقال حنطة وذرة وشعير وأرز وهذا قول يصح ويناقش فمن قال هذا قال الغنم صنف ضانها ومعزاها وصغار ذلك وكباره وإناثه وفحوله وحكمها أنها تكون مثل البر المتفاضل صنفا والتمر المتباين المتفاضل صنفا فلا يباع منه يابس منتهى اليبس بيابس مثله إلا وزنا بوزن يدا بيد وإذا اختلف بيع لحم الغنم بلحم البقر يابس برطب ورطب برطب وزنا بوزن ووزنا منه بثلاثة أمثاله يدا بيد ولا خير فيه نسيئة وذلك أنه لا ربا في الفضل في بعضه على بعض يدا بيد وإنما الربا فيه بنسيئة وإذا جاز الفضل في بعضه على بعض يدا بيد وزنا بوزن لم يكن للوزن معنى إلا أن يعرف المتبايعان ما اشتريا وباعا ولا بأس به جزافا وكيف شاء ما لم يدخله نسيئة كما قلنا في التمر بالزبيب والحنطة بالذرة ولا يختلف ذلك ثم هكذا القول في لحم الأنيس والوحش كله فلا خير في لحم طير بلحم طير إلا أن ييبس منتهى اليبس وزنا بوزن يدا بيد كما قلنا في لحم الغنم ولا باس بلحم ظبي بلحم أرنب رطبا برطب ويابسا بيابس مثلا بمثل وبأكثر وزنا بجزاف وجزافا بجزاف لاختلاف الصنفين وهكذا الحيتان كله لا يجوز فيه أن أقول هو صنف لأنه ساكن الماء ولو زعمته زعمت أن ساكن الأرض كله صنف وحشيه وأنسيه أو كان أقل ما يلزمني أن أقول ذلك في وحشيه لأنه يلزمه اسم الصيد فإذا اختلف الحيوان فكل ما تملكه ويصير لك فلا بأس برطل من أحدهما بأرطال من الآخر يدا بيد ولا خير فيه نسيئة ولا بأس فيه يدا بيد وجزافا بجزاف وجزافا بوزن ولا خير في رطل لحم حوت تملكه رطب برطل لحم تملكه رطب ولا أحدهما رطب والآخر يابس ولا خير فيه حتى يملح ويجفف وينتهي نقصانه وجفوف ما كثر لحمه منه أن يملح ويسيل ماؤه فذلك انتهاء جفوفه فإذا انتهى بيع رطلا برطل وزنا بوزن يدا بيد من صنف فإذا اختلف فلا بأس بالفضل في بعضه على بعض يدا بيد ولا خير فيه نسيئة وما رق لحمه من الحيتان إذا وضع جف جفوفا شديدا فلا خير في ذلك حتى يبلغ إبانه من الجفوف ويباع الصنف منه بمثله وزنا بوزن يدا بيد وإذا اختلف فالقول فيه كما وصفت قبله يباع رطبا جزافا برطب جزاف ويابس جزاف ومتفاضل في الوزن فعلى هذا هذا الباب كله وقياسه لا يختلف والقول الثاني في هذا الوجه أن يقال اللحم كله صنف كما أن التمر كله صنف ومن قال هذا لزمه عندي أن يقول في الحيتان لأن اسم اللحم جامع لهذا القول ومن ذهب هذا المذهب لزمه إذا أخذه بجماع اللحم أن يقول هذا كجماع الثمر يجعل الزبيب والتمر وغيره من الثمار صنفا وهذا مما لا يجوز لأحد أن يقوله عندي والله تعالى أعلم فإن ذهب إلى أن حالفا لو حلف أن لا يأكل لحما حنث بلحم الإبل حنثه بلحم الغنم فكذلك لو حلف أن لا يأكل ثمرا حنث بالزبيب حنثه بالتمر وحنثه بالفرسك وليس الأيمان من هذا بسبيل الأيمان على الأسماء والبيوع على الأصناف والأسماء الخاصة دون الأسماء الجامعة والله تعالى أعلم
الخلاف في ثمن الكلب
قال الشافعي فخالفنا بعض الناس فأجاز ثمن الكلب وشراءه وجعل على من قتله ثمنه قلت له أفيجوز أن يكون رسول الله صلى الله عليه وسلم يحرم ثمن الكلب وتجعل له ثمنا حيا أو ميتا أو يجوز أن يأمر رسول الله صلى الله عليه وسلم بقتل الكلاب ولها أثمان يغرمها قاتلها أيأمر رسول الله صلى الله عليه وسلم بقتل ما يغرمه قاتله وكل ما غرمه قاتله أثم من قتله لأنه استهلاك ما يكون ما لا لمسلم ورسول الله صلى الله عليه وسلم لا يأمر بمأثم وقال قائل فإنا إنما أخذنا أن الكلب يجوز ثمنه خبرا وقياسا قلت له فاذكر الخبر قال أخبرني بعض أصحابنا عن محمد بن إسحق عن عمران بن أبي أنس أن عثمان أغرم رجلا ثمن كلب قتله عشرين بعيرا قال وإذا جعل فيه مقتولا قيمة كان حياله ثمن لا يختلف ذلك قال فقلت له أرأيت لو ثبت هذا عن عثمان كنت لم تصنع شيئا في احتجاجك على شيء ثبت عن رسول الله صلى الله عليه وسلم والثابت عن عثمان خلافه قال فاذكره قلت أخبرنا الثقة عن يونس عن الحسن قال سمعت عثمان بن عفان يخطب وهو يأمر بقتل الكلاب قال الشافعي فكيف يأمر بقتل ما يغرم من قتله قيمته قال فأخذناه قياسا على أن رسول الله صلى الله عليه وسلم لم ينه صاحب الزرع ولا الماشية عن اتخاذه وذكر له صيد الكلاب فقال فيه ولم ينه عنه فلما رخص في أن يكون الكلب مملوكا كالحمار حل ثمنه ولما حل ثمنه كانت قيمته على من قتله قال فقلت له فإذا أباح رسول الله صلى الله عليه وسلم اتخاذه لصاحب الزرع والماشية ولم ينه عنه صاحب الصيد وحرم ثمنه فأيهما أولى بنا وبك وبكل مسلم أن يتبعه في القولين فتحرم ما حرم ثمنه وتقتل الكلاب على من لم يبح له اتخاذها كما أمر بقتلها وتبيح اتخاذها لمن أباحه له ولم ينهه عنه أو تزعم أن الأحاديث فيها تضاد قال فما تقول أنت قلت أقول الحق إن شاء الله تعالى إثبات الأحاديث على ما جاءت كما جاءت إذا احتملت أن تثبت كلها ولو جاز ما قلت من طرح بعضها لبعض جاز عليك ما أجزت لنفسك قال فيقول قائل لا نعرف الأحاديث قلت إذا كان يأثم بها من اتخاذها لا أحل لأحد اتخاذها وأقتلها حيث وجدتها ثم لا يكون أولى بالصواب منه قال أفيجوز عندك أن يتخذها متخذ ولا ثمن لها قلت بل لا يجوز فيها غيره لو كان أصل اتخاذها حلالا حلت لكل أحد كما يحل لكل أحد اتخاذ الحمر والبغال ولكن أصل اتخاذها محرم إلا بموضع كالضرورة لإصلاح المعاش لأني لم أجد الحلال يحظر على أحد وأجد من المحرم ما يباح لبعض دون بعض
قال ومثل ماذا قلت الميتةى والدم مباحان لذي الضرورة فإذا فارق الضرورة عاد أن يكونا محرمين عليه بأصل تحريمهما والطهارة بالتراب مباحة في السفر لمن لم يجد ماء فإذا وجده حرم عليه الطهارة بالتراب لأن أصل الطهارة إنما هي بالماء ومحرمة بما خالفه إلا في الضرورة بالإعواز والسفر أو المرض ولذلك إذا فارق رجل اقتناء الكلب للصيد أو الزرع أو الماشية حرم عليه اتخاذها قال فلم لا يحل ثمنها في الحين الذي يحل اتخاذها قلت لما وصفت لك من أنها مرجوعة على الأصل فلا ثمن لمحرم في الأصل وإن تنقلب حالاته بضرورة أو منفعة فإن إحلاله خاص لمن أبيح له قال فأوجدني مثل ما وصفت قلت أرأيت دابة الرجل ماتت فاضطر إليها بشر أيحل لهم أكلها قال نعم قلت أفيحل له بيعها منهم أو لبعضهم إن سبق بعضهم إليها قال إن قلت ليس ذلك له قلت فقد حرمت على مالك الدابة بيعها وإن قلت نعم فقد أحللت بيع المحرم قلت نعم قال فأقول لا يحل بيعها قلت ولو أحرقها رجل في الحين الذي أبيح لهؤلاء أكلها فيه لم يغرم ثمنها قال لا قلت فلو لم يدلك على النهي عن ثمن الكلب إلا ما وصفت لك انبغى أن يدلك قال أفتوجدني غير هذا أقوله قلت نعم زعمت أنه لو كان لك خمر حرم عليك اتخاذها وحل لك أن تفسدها بملح وماء غير ذلك مما يصيرها خلا وزعمت أن رجلا لو أهراقها وقد أفسدها قبل أن تصير خلا لم يكن عليه في ثمنها شيء لأنها لم تحل بعد عن المحرم فتصير عينا غيره وزعمت أن ما شيتك لو موتت حل لك سلخها وحبس جلدها وإذا دبغتها حل ثمنها ولو حرقها رجل قبل أن تدبغها لم يكن عليه فيها قيمة قال إني لا أقول هذا ولكني أقول إذا صارت خلا وصارت مدبوغة كان لها ثمن وعلى من حرقها قيمته قلت لأنها تصير عندك عينا حلالا لكل أحد قال نعم قلت أفتصير الكلاب حلالا لكل أحد قال لا إلا بالضرورة أو طلب المنفعة والكلاب الميتة أشبه والميتة لنا فيها ألزم قلت وهذا يلزمك في الحين الذي يحل لك فيه حبس الخمر والجلود فأنت لا تجعل في ذلك الحين لها ثمنا قال أجل قال الشافعي ثم حكى أن قائلا قال لا ثمن لكلب الصيد ولا الزرع لأن النبي صلى الله عليه وسلم نهى عن ثمن الكلب جملة ثم قال وإن قتل إنسان لآخر كلبا غرم ثمنه لأنه أفسد عليه ماله قال الشافعي وما لم يكن له ثمن حيا بأن أصل ثمنه محرم كان على ثمنه إذا قتل أولى أن يبطل أو مثل ثمنه حيا وكل ما وصفت حجة على من حكيت قوله وحجة على من قال هذا القول وعليه زيادة حجة من قوله من أنه إذا لم يحل ثمنها في الحال التي أباح النبي صلى الله عليه وسلم اتخاذها كان إذا قتلت أحرى أن لا يكون بها حلالا قال فقال لي قائل فإذا أخصى رجل كلب رجل أو جدعه قلت إذا لم يكن له ثمن ولم يكن على من قتله قيمة كان فيما أصيب مما دون القتل أولى ولم يكن عليه فيه غرم وينهى عنه ويؤدب إذا عاد
قال ومثل ماذا قلت الميتةى والدم مباحان لذي الضرورة فإذا فارق الضرورة عاد أن يكونا محرمين عليه بأصل تحريمهما والطهارة بالتراب مباحة في السفر لمن لم يجد ماء فإذا وجده حرم عليه الطهارة بالتراب لأن أصل الطهارة إنما هي بالماء ومحرمة بما خالفه إلا في الضرورة بالإعواز والسفر أو المرض ولذلك إذا فارق رجل اقتناء الكلب للصيد أو الزرع أو الماشية حرم عليه اتخاذها قال فلم لا يحل ثمنها في الحين الذي يحل اتخاذها قلت لما وصفت لك من أنها مرجوعة على الأصل فلا ثمن لمحرم في الأصل وإن تنقلب حالاته بضرورة أو منفعة فإن إحلاله خاص لمن أبيح له قال فأوجدني مثل ما وصفت قلت أرأيت دابة الرجل ماتت فاضطر إليها بشر أيحل لهم أكلها قال نعم قلت أفيحل له بيعها منهم أو لبعضهم إن سبق بعضهم إليها قال إن قلت ليس ذلك له قلت فقد حرمت على مالك الدابة بيعها وإن قلت نعم فقد أحللت بيع المحرم قلت نعم قال فأقول لا يحل بيعها قلت ولو أحرقها رجل في الحين الذي أبيح لهؤلاء أكلها فيه لم يغرم ثمنها قال لا قلت فلو لم يدلك على النهي عن ثمن الكلب إلا ما وصفت لك انبغى أن يدلك قال أفتوجدني غير هذا أقوله قلت نعم زعمت أنه لو كان لك خمر حرم عليك اتخاذها وحل لك أن تفسدها بملح وماء غير ذلك مما يصيرها خلا وزعمت أن رجلا لو أهراقها وقد أفسدها قبل أن تصير خلا لم يكن عليه في ثمنها شيء لأنها لم تحل بعد عن المحرم فتصير عينا غيره وزعمت أن ما شيتك لو موتت حل لك سلخها وحبس جلدها وإذا دبغتها حل ثمنها ولو حرقها رجل قبل أن تدبغها لم يكن عليه فيها قيمة قال إني لا أقول هذا ولكني أقول إذا صارت خلا وصارت مدبوغة كان لها ثمن وعلى من حرقها قيمته قلت لأنها تصير عندك عينا حلالا لكل أحد قال نعم قلت أفتصير الكلاب حلالا لكل أحد قال لا إلا بالضرورة أو طلب المنفعة والكلاب الميتة أشبه والميتة لنا فيها ألزم قلت وهذا يلزمك في الحين الذي يحل لك فيه حبس الخمر والجلود فأنت لا تجعل في ذلك الحين لها ثمنا قال أجل قال الشافعي ثم حكى أن قائلا قال لا ثمن لكلب الصيد ولا الزرع لأن النبي صلى الله عليه وسلم نهى عن ثمن الكلب جملة ثم قال وإن قتل إنسان لآخر كلبا غرم ثمنه لأنه أفسد عليه ماله قال الشافعي وما لم يكن له ثمن حيا بأن أصل ثمنه محرم كان على ثمنه إذا قتل أولى أن يبطل أو مثل ثمنه حيا وكل ما وصفت حجة على من حكيت قوله وحجة على من قال هذا القول وعليه زيادة حجة من قوله من أنه إذا لم يحل ثمنها في الحال التي أباح النبي صلى الله عليه وسلم اتخاذها كان إذا قتلت أحرى أن لا يكون بها حلالا قال فقال لي قائل فإذا أخصى رجل كلب رجل أو جدعه قلت إذا لم يكن له ثمن ولم يكن على من قتله قيمة كان فيما أصيب مما دون القتل أولى ولم يكن عليه فيه غرم وينهى عنه ويؤدب إذا عاد
Agustus 24, 2009
FITRAH MANUSIA
1. Pengertian fitrah manusia
Manusia diciptakan Allah dalam strultur yang paling baik diantara makhluk Allah yang lain. Struktur manusia teerdiiri dari unsur jasmaniah dan rohaniah atau unsur fisiologis.
Dalam unsur ini Allah memberikan seperangkat kemampuan dasar yang memilki kecenderungan berkarya yang disebut potensialitas. Yang menuurut pandangan Islam dinamakan “Fitrah”.
Kata fitrah berasal dari kata (fiil) fathara yang berarti “menjadikan” secara etimologi fitrah berarti kejadian,sifat semula jadi, potensi dasar, dan kesucian. Didalam mesjid ditemukan bahwa fitrah mempunyai arti yaitu sifat menyifati segalayang ada pada saat selesai diciptakan. (Ramayulis, 1994:2001)
Pengertian secara etimologi tersebut masih bersifat umum, untuk mengkhususkan artio fitrah, hendaklah perhatikan firman Allah SWT dalam Q.S Ar-Rum : 30:
“Maka hadapkanlah wajahmu kepada agama dengan selurus-sleurusnya (sesuai dengan kecenderungan aslinya), itulah fitrah Allah. Yang Allah menciptakan manuysia diatas fityrah itu. Itulah agama yang lurus. Namun kebanyakan orang tidak mengetahuinya”
Adapun sabda Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim adalah :
“Tiap-tiap anak yang dilahirkan dalam keadaanfitrah. Hanya bapak ibulah yang menjadikan Yahudi, Nasrani dan Majusi”.(H.R. Muslim)
Menurut Syahminan Zain (1986 : 5), bhahwa fitrah adalah potensi laten atau kekuatan yang terpendam yang ada dalam diri manusia, yang dibawanya sejak lahir. Sedangkan para ulama telah memberikan berbagai interpretasi tentang fitrah, seperti yang terekam dalam al-Qur’an dan Al-Hadits di atas. Berdasarkan interpretasi tersebut, Muzayyin menyimpulkan bahwa fitrah adalah suatu kemampuan dasar berkembang manusia yang dianugrahkan Allah kepadanya. Didalamnya terkndung berbagai komponen ppsikologi yang satu sama lain mentempurnakan bagi hidup manusia.
2. Pengembangan fitrah manusia
Para ahli pendidik muslim umumnya sependapat bahwa teori dan praktekkependidikan Islam harus didasarkanpada konsepsi dasar tentang manusia. Pembicaraan diseputar persoalan ini merupakan sesatu yang sangat vital dalam pendidikan. Tanp kejelasan konsep ini, pendidikan akan meraba-raba. Bahkanmneurut Ali Ashraf, pendidikan Islam tidak akan dapat difahami secara jelas tanpa terlebih dahulu memahami penafsiran Islam tentang pengemabntgan individu seutuhnya (Swamsul Nizar, 2002:21)
Banyak argumentasi yang dikemukakan oleh para ahli yang menafsirkan ayat-ayat Allah SWT dan Hadits Rasul mengenai makna fitrah.tiap-tiap formulasi yang dihasilkannya melalui kajian argumentasi yang kuat. Pemaknaan tentang konsep fitrah pada dasarnya ingin membuktikan hakikat yang dalam Islam tercermin dalam konsep fitrahnya. Konsep fitrah yang disodorkan Islam tentang hakikat manusia tentunya akan berbeda dengan konsep fitrah. Menurut kristen yang menyatakan bahwa manusia lahir dengan seperangkat dosa warisan, yakni dosa asal yang diakibatkan prebuatan adam. Kemudian dilain pihak para pemikir barat yang menciptakan aliran behaviorisme dalam psikologinya memandang bahwa manusia terlahir tidak mempunyai kecenderungan baik maupun buruk (netral), yang kemudian teori ini dikenal dengan Tabula Rasa.
Isalam mempunyai pandangan tersendiri tentang konsep manusia, hal ini terekam dalam ayatnya yang kemudian menimbulkan beberapa penafsiran diantara pemikiran Islam, Firmannya itu adalah Q.S Ar-Rum : 30 :
Maka hadapkanlah waajahmu kepadaaama dengan selurus-lurusnya (sesuai dengan kecenderungan aslinya). Itulah fitrah Allah yang Allah menciptakan manusia diatas fitrah itu. Itulah agama yang lurus. Namun kebanyakan orang tidak mengetahuinya
.
Dalam sebuah hadits fitrah diungkapkan dalam berbagai bentuk dan makna. Salah satu hadits yang mengungkapkan fitrah manusia (hakikat manusia) yaitu hadits yang berbunyi :
“tidaklah anak itu dilahirkan kecuali atas dasar fitrah (bakat). Maka ayah ibunya yang menjadukan anaknya Yahudi, nasrani ataupun Majusi”. (H.R. Muslim: 458)
Para pemikir Islammencoba mengemukakan teorinya tentang fitrah daripenafsiranayatdan hadits tersebut diantaranya :
Fitrah berarti kesucian, menurut al-Auzal (1976), fitrah adalah kesucian dalam jasmaniah dan rohaniah, pemaknaan itu didukung oleh hadits Nabi SAW, sebagai berikut :
“Lima macam dalam kategori kesucian, yaitu berkhitan, memotong rambut, mencukur kumis, menghilangkan kuku, dan mencabut bulu ketiak”. (H.R. Bukhori dan Muslim).
Tapi bila dikaji dalam konteks pendidikan, kesucian pada hadits tersebut terlalu menekankan pada kesucian jasmania dan kurang memperhatikan kesucian jiwa, padahal pemknaan fitrah lebih diprioritaskan pada pemaknaan iwa. Sebagaimana dikatakan oleh Ismail Razi Al-Faruki bahwa : “manusia diciptakan dalam keadaan suci, bersih dan dapat menyusun drama kehidupan, tak pedulidi lingkungan, masyarakat, keluargamacam apapun, dosa asal dosawaris dan tanggung jawab penebusan, serta keterlibatan dalam rsial”. (Abdul Mujib, 1999:20).
Hasan Langgulung(1986:5) menyatakan bahwa, ketika allah menghembuskan/ meniupkan ruh pada diri manusia (pada proses keadian manusia secara nonfisik/immateril) maka pada saat itu pula manusia (dalam bentuk sempurna) mempunyai sebagian sifat-sifat ketuhanan sebagaimana yang tertuang dalam al-asma’ Husna. Hanya saja kalau Allahserba nmaha, sedangkan manusia hanya di beri sebagiannya. Sebagian sifat-sifat ketuhanan yang menancap pada diri manusiadan di bawanya sejak lahir, itulah yang disebut fitrah. Misalnya al-Alim (maha Mengetahui), manusia juga diberi kemampuan untuk mendapatkan pengetahuan, al-Rahman dan al_rahim (Maha Pengasih dan Maha Penyayang), manusia juga diberi kemampuan untuk mengasihidan menyayangi, al-‘Afuw al-Ghofar (mahaPemaaf dan maha pengampun), manusia juga diberi kemampuanuntuk memaafkan dan mengampuni kesalahan orang lain, al-Khaliq (maha Pencipta), manusia juga diberi kemampuan untuk mengkreasikan sesuatu, membudayakan alam, al-Lhatif al-Khobir (Maha Lembut lagi maha mengetahui segalasesuatu yang tampak maupun tersembunyi), manusia juga diberi kemampuan/potensi untuk merahasiakan sesuatu atau dirinya dan kemampuan mengetahui fenomena sosial atau rahasia alam, al-Qadir (Maha Kuasa), manusia juga diberi kemampuan untuk berkuasa, Al-Adil (Maha Adil0, manusia juyga diberi kemampuan untuk berlaku adil, al-Marid (maha berkehendak), manusia juga diberi potensi untuk berkehendak, mempunyai motivasi untuk berbuat, al-hadi (maha Pmberi petunjuk), manusia juga diberikemampuan untuk mendidikatau memberi pengajaran.
Menurut filsafat manusia, manusia itukebanyakan difahami secara konseptualsesuai dengan sudut pandang atau aliran kefilafatannya. Para ahli mengemukakan, siapa manusia itu, manusia adalah “homo mechanicus”, “homo erectus”’ “Homo Ladens” kesemuanya itu terutama mengenai susunan kodrat kejasmaniannya. (Abd. Halim Soebahar,2002:32).
Al-Qur’an dalam suatu ungkapan metaforik menyatakan bahwa kesjatian manusia tidak dilihat dari aspek fisik yang diciptakan dari tanah liat/lempung atau saripati tanah, seperti penciptaan Adam. Ternyata setelah penciptaan Adam mencapai kesempurnaan, Allah memerintahkan para malaikat dan iblis untuk sujud kepada adam. Keengganan atau penolakan Iblis memenuhi perintah Allah didasarkan pada pandangan bahwa ialebih mulia karena diciptakan dari api, yang menurutnya memliki unsur lebih tinggi, sementara Adam diciptakan dari tanah (simbol materil yang menunjukan kehinaan dan kerendahan). Namun demikian, Allah ternyata tidakmelihat pada bentuk fisiologis penciptaan manusia, tetapi pada kualitas yang disimbolkan dengan penguasaan Adam terhadap nama-nama benda (al-asma, simbol kualitas intelektualatau kesadaran akan dunianya.
Dari sudut pandang yang lebih substantif, yang membuat manusia endapat kualitas ahsanu taqwim (sevbaik-baik penciptaan), bukan hanya disebabkan kesempurnaan fisiologis-fisiologis seperti postur tubuh, keindahan dan kesmpurnaan, melainkan keseluruhan kepribadiannyayang meliputi kemampuan maknawinya baik intelektual, moral maupun spiritual. Dalam konteks kata insan. Kebernmaknaan hidup manusia akan bisa diperoleh apabila ia mampu mengaktualisasikan diriyamelalui aktivitas eik dan moral, ketajaman intelektualitas, keluasan visi kultural,dan kedekatan spiritual dengan allah.
Namun kenyataanya tidak semua manusia bethasil mencapaikualitas perkembangan seperti tersebut diatas, meskipun mempunyai potensi untuk mencapai tingkat kesadaran manuisian tertinggi. Kebanyakan manusia tertuju atau hanya sampai tingkat basyar, dimana kepuasan kehidupannya hanya diukurseberapa banyak ia mampu memenuhi kebutuhanbiologisnya.
Istilah pertumbuhan dan perkembangan meskipun saling melengkapi, sebenarnya mempunyai arti dan makna yang agak berlainan. Pertumbuhan mengandung arti adanya perubahan dalam ukuran atau fungsi-fungsi mental, sedangkan perkembangan mengandung makna pemunculan hal yang baru. Pada peristiwa pertumbuhan akan tampak adanyapenambahan jumlah atau ukuran dari hal-hal yang telah ada, sedangkan dalam peristiwa perkembangan akan tampak adanya sifat-sifatbaru, yang berbeda dari sebelumnya. Misalnyapohon manggayang semulanya kecil menjadi besar adalahperistiwa pertumbuhan. Anak ayam kecil menjadi anak ayam besar adalah peristiwapertumbuhan. Tetapi perubahan dari telur dengan sperma dalam kandungan ibu sampai menjadi anak adalahperistiwa perkembangan.
Meskipun demikian, antarakedua peristiwa, yaitu pertumbuhan dan perkembangan, harus ada keseimbangan yang sehat, kalau tidak,akan menimbulkan ketidak normalan atau menyimpangan-penyimpangan.
Dalam bidang pendidkan bagai bayi yang akan dilahirkan disarankan untuk menciptakan kondisi rumah tangga yang rukun dan damai. Keaaan itu dapat dicapai, misalnya dengan pengendalian diri. Janganlah berbuat jahat terhadap sesama ,manusia ataupun makhluk lain, karena tingkah laku orang tua selalu dikait-kaitkan dengan pertumbuhan bayi yang sedang dikandungnya.
Keutuhan terhadap pendidikan tersebut bukan sekedar untuk mengembangkan spek=aspek individualisasidan sosialisasi. Melainkan juga mengarahkan perkembangan kemampuan dasartersebut kepada pola hidup yang dihajatkan manusia dalam bidang duniawiyah dan ukhrawiyah, dalam bidang fisik/materil dan mental/spirityualyang harmonis. Oleh karena itu didalamapa yang disebut “keharusan pendidikan” itu sebenarnya mengandung aspek-aspek kepentingan yang antara lain dapat diterangkan sebagai berikut :
1. Aspek Pedagogis
Dalam hal ini manusiadipandang sebagai makhluk yang disebut “Homo educondum” yaitu makhluk yang harus dididik, oleh karena menurut aspek ini manusia dikategorikan sebagai “ianimal educabil” yaitu sebangsa binatang yang dapat dididik, sedangkan binatang selain manusia hanya dapat dilakukan “dressur” (dilatih sehingga dapat mengerjakan sesuatu yang sifatnya statis, tidak berubah).
Jadi disini pendidikan berfungsi memanusiawikan manusia yang dengan tanpa pendidikan sama sekali, manusia tidak dapat menjadi manusia sebenarnya.
2. Aspek Psikologis
Aspek ini memandang manusia sebagai makhluk yang disebut “psychophyisk netral” yaitumakhluk yang memilki kemandirian (selftandingness) jasmaniahnya dan rohaniah. Di dalam kemandirian itu. Manusia mempunyai potensi dasar atau kemampuan dasar (deposito) yang merupakan benih yang dapat bertumbuhdan berkembang.
3. Aspek sosiologis dan kultural
Aspek inilah yang memandang manusia bukan hanya “psycho-physiek netral”, akan tetapi juga “Homo Socius”yaitu makhluk yang berwatak dan berkemampuandasaratau tyang memilki gharizah (insting) untuk hidup bermasyarakat. Sebagai makhluk sosial itu manusia harus memliki rasa tanggung jawab sosial yang diperlukan dalam mengembangkan inyer-relasi (hubungan timbal balik) dan interaksi (saling pengaruh mempengaruhi) antara sesama anggotamasyarakat dalam kesatuan masyarakat beradab.
4. Aspek filosofis
Menurut pandangan filsafat, manusia adalah makhluk yang disebut Homo sapiens” yaitu makhlukyang mempunyai kemampuan untuk berilmu pengetahuan. Memang salah satu gharizah manusia adalah ingin mengetahui hal-hal yang belum diketahui yang disebut instink neugirig atau curiosity. Dengan instink ini maka ,manusia selalu cenderung untuk memperoleh pengetahuan tentang segalasesuatu di sekelilingnya.
Kemampuan inilahyang memberikan kemungkinan manusia untuk dapat dididik dan belajar, sehinggadapatmenangkap segala yang diajarkan. Pengertian yang telah dipahami itu kemudian menjadi suatu rangkaian pengertian yang berbentuk menjadi ilmupengetahuan yang dimilkinya. Dengan kata lain, dengan melalui proses belajar dan diajar, nmanusiapada akhirnyamenjadi makhluk yang berilmu pengetahuan. (Moh. Arifin, 1967:21).
Fitrah manusia sebagai anugerah Allah yang tak ternilai harganya, itu harus dikembangkan agar mausia dapat menjadi manusia yang sempurna (insan al-kamil). M.Natsir (1954), menyatakan bahwa pengemvbangan fitnah adalah salah satu tugas risalah yang diemban oleh Nabi Muhammad SAW.
Setiap usaha pengembangan fitrah itu harus dilaksanakan secara sadar, berencana dan sistematis. Dan berkembang atau tidaknya fitrah-fitrah tersebut dan seimbang atau tidaknya, perkembangannya itu tergantung kepada usaha manusia itu sendiri. Dalam hal ini Allah berfirman dalam Q.S. Ae-Ra’du : 11
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah apa-apa yang ada padasuatu kaum. Prinsip mereka sendiri mengubah apa yang ada pada diri mereka”.
Usaha manusia untuk mengembangkan fitrah-fitrah tersebut dilakukan dengan pendidikan. Dalam hal ini Nabi Muhammad SAW bersabda :
“Didiklah anak-anakmu atas tiga perkara : 1. Mancintai nabimu. 2. Mencintai ahli rumahmu, 3.membaca Al-Qur’an, karena sipenghafal Al-qur’an didalam naungan Allah pada hari tidak ada naungan kecuali naungannya beserta Nabi-Nya dan orang-orang suci-Nya”.
Jadi Hadits ini menyuruh mendidik (mengembangkan) tiga macam fitrah, yaitu fitrah bergama, fitrah kekeluargaan, dan fitrah intelek/agama (Syahminan Zain,1986:9).
3. Arah perkembangan manusia
Pada tataran ini, fitrah dilihat dari pengertian umum, sering difahami sebagai potensi yang bercorak keagamaan. Potensi keagamaan yang ada secara alami (fitrah majhullah), itulah yang menyebabkan manusia berkeinginan suci dan secara kodrati condong kepada kebaikan dan kebenaran (hanif). Dengan begitu sikap keberagamaan yang hanif akan memberikan kebahagian sejati, sabda Nabi, “Isebai-baik agama di sisi Allah adalah al-hanafiya al-samhah”, yaitu semangat mencari kebenaran dengan lapang dada, toleran, tidak sempit, tanpa kepanikan, dan tidak membelenggu jiwa. (Moh. Irfan, 2003;139).
Jika fitrah mengarhkan manusia melakukan pencarian, maka pemancaran keinginan kepada kebaikan, kebenaran, keadilan kesucian dan kasih sayang di pandu oleh hati nrani. Hati nurani adalah bentuk nyata dari kesadaran moral dalam kehidupan praktis manusia. Al-Qur’an menyebut hati nurani dengan suatu kesadaran moral mausia (Al-nafs al-lawwamah). Penyebutan al-nafs al-lawwamah sebgaai obyek sumpah oleh al-Qur’an menunjukan kesangat pentingan arti kata itu bagi manusia, sebab kesadaran moral adalah aspek asasi bagi kehidupan manusia dan kemanusiaannya.ia mengenai seluruh jiwa dan menyangkut kehidupan manusia secara keseluruhan. Ibarat pedang bermata dua, fitrah merupakan manusia dan secara esensial membedakannya dengan makhluk lain. Dan dengan memenuhi (tuntutan) hati nurani seseorang berada dalam fitrahnyadan menjadi manusia sejati. Namunsecara fungsional yang membuat manusia berkedudukan lebih tinggi dari makhluk lainadalah karena memilki kemampuan mangantisipasi dan memformat fenomena yang ada melalui fitrahnya dan kerangka nilai yang diserapnya untuk menciptakan kebudayaan. Karena itu, kemanusiaan manusia atau supremasi manusia ditentukan sejauhamania kerja, amal saleh dengan mendayagnukana segenap potensi yang dimilki untuk menciptakan kebudayaan yang berkualitas (ahsanu ‘amalan), bukan karena status formalnya sebagai khalifah dumuka bumi ini. (Tobroni;1994).
Di dalam Al-Qur’an juga dinyatakan bahwa manusia temasuk makhluk yang siap dan mampu mengemban amanah tersebut ketika ditawari oleh Allah, sebaliknya makhluk yang lain justru enggan menerimanya atau tidak siap dan tidak mampu mengemban amanah tersebut, sebagaimana firman Allah dalam Q>S Al-Ahzab; 72 :
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanah kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya dan dipukullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia amat dhalim dan bodoh”
Melalui ayat tersebutbahwa tugas hidup manusia yang merupakan amanah dari Allah itu pada intinyaada dua macam, yaitu ‘abdullah (menyembah atau mengabdi kepada Allah), dan Khalifah Allah, yang keduanya harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab.
Tugas hidup manusia sebagai abdullah merupakan realisasi dari mengemban amanah dalam arti memelihara beban/tugas-tugas kewajiban dari Allah yang harus dipatuhi, kalimat la ilaaha illla Allah atau kalimat tauhid, dan atau marifah kepada Allah. Sedangkan khalifah Allah merupakan realisasi dari mengemban amanah dalam arti memelihara, memanfaatkan, atau mengoptimalkan penggunaan segala anggotabadan, alat-alat potensial (termasuk indra dan akal0 ataupotensi-potensi dasarm,anusia, guna menegakan keadilan, kemakmuran dan kebahagiaan hidup. (Muhaimin. 2002:21).
Dari uraian tersebut paling tidak ada 29dua) impilkasi terpenting dalam hubungannya dengan pendidikan Islam, yaitu :
1. Karena manusia adalah makhluk yang merupakan reultan dari dua komponen (materi dan immateri), maka konsepsi itu menghendaki proses pembinaan yang mangacu ke arah realissasi dan pengembangan komponen-komponen tersebut. Hal ini berarti bahwa sistem pendidikan Islam harus dibangun diatas konsep kesatuan (integrasi) antara pendidikan Qlbiyah dan Aqliyyahsehingga mampu menghasilkan manusia muslim yang pintar secara intelektual dan terpuji secara moral. Jika kedua komponen itu terpisah atau dipisahkan dalam proses kependidikakkn Islam, maka manusia itu terpisah atau dipihakan dalam proses kependidikan Islam, maka manusia akan kehilangan keseimbangannya dan tidak akan pernah menjadi pribadi-primadi yang sempurna (al-insan al-kamil)
2. Al-quir’an menjelaskan bahwa fungsi penciptaan manusia dialam ini adalah sebagai khalifah dan ‘abd. Untuk melaksanakan fungsi ini Allah membekali manusia dengan seperangakat potensi. Dalam konteks ini maka pendidikan Islam harus merupakan upaya yang ditujukan ke arah pengembangan potensi yang dimilki manusia secara maksimal sehingga dapat diwujudkan dalam bentuk kunkrit, dalam arti berkemampuan menmciptakan sesuatuyang bermanfaat bagi diri, masyarakat dan lingkungannya sebagaui realisasi fungsi dan tujuan penciptaannya, baik sebagai khalifah maupun ‘abd.
Kedua hal diatas harus menjadi acuan dasar dalam menciptakan dan mengembangkan sistem pendidikan Islam masa kini dan masa depan. Fungsionalisasi pendidikan Islam dalam mencapai tujuannya sangat bergantung pada sejauh mana kemampuan umat Isl;am menterjemahkan dan merelaisasikan konsep filsafat penciptaan manusia dan fungsi penciptaannyadalam alam semesta ini. Untuk menjawab hal itu, maka pendidikan Islam dijadikan sebagai sarana yang kondusif bagi proses transformasi ilmu pengetahuan dan budaya Islamdari satu generasi kepada generasi berikutnya.dalam konteks ini difahami bahwa posisi manusia sebagai khalifah dan ‘abd menghendaki program pendidikan yang menawarkan sepenuhnya menguasaio ilmu pengetahuan secara totalitas, agar manusia tegar sebagai khalifahy dan taqwa sebagai substansi dan aspek ‘abd. Sementara itu, keberadaan manusia sebagai resultan dari dua komponen (materi dan immateri)menghendaki pula program pendidikan yang sepenuhnya mengacu pada konsep equilibrium, yaitu integrasi yang utuh antar pendidikan aqliyah dan qalbiyah.
Agar pendidikan umta berhasil dalam prosesnya, maka konsep penciptaan manusia dan fungsi penciptaannya dalam alam semesta harus sepenuhnya diakomodasi dalam perumusan teori-teori pendidikan Islam melelui pendekatan kewhyuan, empirik keilmuan dan rasional filosofis. Dalam hal ini harus difahami pula bahwa pendekatran keilmuan dan rasional filosofis. Dalam hal ini harus difahami pula bahwa pendekatan keilmuandan filosofis hanya merupakan media untuk menalar pesan-pesan Tuhan yang absolut, baik melalui ayat-ayat-Nya yang bersifat tekstual (Qur’aniyah), maupun ayat-ayat-Nya yang bersifat kontekstual (Kauniyah) yang telah dijabarkan-Nya melalui sunnatullah. (Samsul Nizar, 2002:22)
Manusia diciptakan Allah dalam strultur yang paling baik diantara makhluk Allah yang lain. Struktur manusia teerdiiri dari unsur jasmaniah dan rohaniah atau unsur fisiologis.
Dalam unsur ini Allah memberikan seperangkat kemampuan dasar yang memilki kecenderungan berkarya yang disebut potensialitas. Yang menuurut pandangan Islam dinamakan “Fitrah”.
Kata fitrah berasal dari kata (fiil) fathara yang berarti “menjadikan” secara etimologi fitrah berarti kejadian,sifat semula jadi, potensi dasar, dan kesucian. Didalam mesjid ditemukan bahwa fitrah mempunyai arti yaitu sifat menyifati segalayang ada pada saat selesai diciptakan. (Ramayulis, 1994:2001)
Pengertian secara etimologi tersebut masih bersifat umum, untuk mengkhususkan artio fitrah, hendaklah perhatikan firman Allah SWT dalam Q.S Ar-Rum : 30:
“Maka hadapkanlah wajahmu kepada agama dengan selurus-sleurusnya (sesuai dengan kecenderungan aslinya), itulah fitrah Allah. Yang Allah menciptakan manuysia diatas fityrah itu. Itulah agama yang lurus. Namun kebanyakan orang tidak mengetahuinya”
Adapun sabda Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim adalah :
“Tiap-tiap anak yang dilahirkan dalam keadaanfitrah. Hanya bapak ibulah yang menjadikan Yahudi, Nasrani dan Majusi”.(H.R. Muslim)
Menurut Syahminan Zain (1986 : 5), bhahwa fitrah adalah potensi laten atau kekuatan yang terpendam yang ada dalam diri manusia, yang dibawanya sejak lahir. Sedangkan para ulama telah memberikan berbagai interpretasi tentang fitrah, seperti yang terekam dalam al-Qur’an dan Al-Hadits di atas. Berdasarkan interpretasi tersebut, Muzayyin menyimpulkan bahwa fitrah adalah suatu kemampuan dasar berkembang manusia yang dianugrahkan Allah kepadanya. Didalamnya terkndung berbagai komponen ppsikologi yang satu sama lain mentempurnakan bagi hidup manusia.
2. Pengembangan fitrah manusia
Para ahli pendidik muslim umumnya sependapat bahwa teori dan praktekkependidikan Islam harus didasarkanpada konsepsi dasar tentang manusia. Pembicaraan diseputar persoalan ini merupakan sesatu yang sangat vital dalam pendidikan. Tanp kejelasan konsep ini, pendidikan akan meraba-raba. Bahkanmneurut Ali Ashraf, pendidikan Islam tidak akan dapat difahami secara jelas tanpa terlebih dahulu memahami penafsiran Islam tentang pengemabntgan individu seutuhnya (Swamsul Nizar, 2002:21)
Banyak argumentasi yang dikemukakan oleh para ahli yang menafsirkan ayat-ayat Allah SWT dan Hadits Rasul mengenai makna fitrah.tiap-tiap formulasi yang dihasilkannya melalui kajian argumentasi yang kuat. Pemaknaan tentang konsep fitrah pada dasarnya ingin membuktikan hakikat yang dalam Islam tercermin dalam konsep fitrahnya. Konsep fitrah yang disodorkan Islam tentang hakikat manusia tentunya akan berbeda dengan konsep fitrah. Menurut kristen yang menyatakan bahwa manusia lahir dengan seperangkat dosa warisan, yakni dosa asal yang diakibatkan prebuatan adam. Kemudian dilain pihak para pemikir barat yang menciptakan aliran behaviorisme dalam psikologinya memandang bahwa manusia terlahir tidak mempunyai kecenderungan baik maupun buruk (netral), yang kemudian teori ini dikenal dengan Tabula Rasa.
Isalam mempunyai pandangan tersendiri tentang konsep manusia, hal ini terekam dalam ayatnya yang kemudian menimbulkan beberapa penafsiran diantara pemikiran Islam, Firmannya itu adalah Q.S Ar-Rum : 30 :
Maka hadapkanlah waajahmu kepadaaama dengan selurus-lurusnya (sesuai dengan kecenderungan aslinya). Itulah fitrah Allah yang Allah menciptakan manusia diatas fitrah itu. Itulah agama yang lurus. Namun kebanyakan orang tidak mengetahuinya
.
Dalam sebuah hadits fitrah diungkapkan dalam berbagai bentuk dan makna. Salah satu hadits yang mengungkapkan fitrah manusia (hakikat manusia) yaitu hadits yang berbunyi :
“tidaklah anak itu dilahirkan kecuali atas dasar fitrah (bakat). Maka ayah ibunya yang menjadukan anaknya Yahudi, nasrani ataupun Majusi”. (H.R. Muslim: 458)
Para pemikir Islammencoba mengemukakan teorinya tentang fitrah daripenafsiranayatdan hadits tersebut diantaranya :
Fitrah berarti kesucian, menurut al-Auzal (1976), fitrah adalah kesucian dalam jasmaniah dan rohaniah, pemaknaan itu didukung oleh hadits Nabi SAW, sebagai berikut :
“Lima macam dalam kategori kesucian, yaitu berkhitan, memotong rambut, mencukur kumis, menghilangkan kuku, dan mencabut bulu ketiak”. (H.R. Bukhori dan Muslim).
Tapi bila dikaji dalam konteks pendidikan, kesucian pada hadits tersebut terlalu menekankan pada kesucian jasmania dan kurang memperhatikan kesucian jiwa, padahal pemknaan fitrah lebih diprioritaskan pada pemaknaan iwa. Sebagaimana dikatakan oleh Ismail Razi Al-Faruki bahwa : “manusia diciptakan dalam keadaan suci, bersih dan dapat menyusun drama kehidupan, tak pedulidi lingkungan, masyarakat, keluargamacam apapun, dosa asal dosawaris dan tanggung jawab penebusan, serta keterlibatan dalam rsial”. (Abdul Mujib, 1999:20).
Hasan Langgulung(1986:5) menyatakan bahwa, ketika allah menghembuskan/ meniupkan ruh pada diri manusia (pada proses keadian manusia secara nonfisik/immateril) maka pada saat itu pula manusia (dalam bentuk sempurna) mempunyai sebagian sifat-sifat ketuhanan sebagaimana yang tertuang dalam al-asma’ Husna. Hanya saja kalau Allahserba nmaha, sedangkan manusia hanya di beri sebagiannya. Sebagian sifat-sifat ketuhanan yang menancap pada diri manusiadan di bawanya sejak lahir, itulah yang disebut fitrah. Misalnya al-Alim (maha Mengetahui), manusia juga diberi kemampuan untuk mendapatkan pengetahuan, al-Rahman dan al_rahim (Maha Pengasih dan Maha Penyayang), manusia juga diberi kemampuan untuk mengasihidan menyayangi, al-‘Afuw al-Ghofar (mahaPemaaf dan maha pengampun), manusia juga diberi kemampuanuntuk memaafkan dan mengampuni kesalahan orang lain, al-Khaliq (maha Pencipta), manusia juga diberi kemampuan untuk mengkreasikan sesuatu, membudayakan alam, al-Lhatif al-Khobir (Maha Lembut lagi maha mengetahui segalasesuatu yang tampak maupun tersembunyi), manusia juga diberi kemampuan/potensi untuk merahasiakan sesuatu atau dirinya dan kemampuan mengetahui fenomena sosial atau rahasia alam, al-Qadir (Maha Kuasa), manusia juga diberi kemampuan untuk berkuasa, Al-Adil (Maha Adil0, manusia juyga diberi kemampuan untuk berlaku adil, al-Marid (maha berkehendak), manusia juga diberi potensi untuk berkehendak, mempunyai motivasi untuk berbuat, al-hadi (maha Pmberi petunjuk), manusia juga diberikemampuan untuk mendidikatau memberi pengajaran.
Menurut filsafat manusia, manusia itukebanyakan difahami secara konseptualsesuai dengan sudut pandang atau aliran kefilafatannya. Para ahli mengemukakan, siapa manusia itu, manusia adalah “homo mechanicus”, “homo erectus”’ “Homo Ladens” kesemuanya itu terutama mengenai susunan kodrat kejasmaniannya. (Abd. Halim Soebahar,2002:32).
Al-Qur’an dalam suatu ungkapan metaforik menyatakan bahwa kesjatian manusia tidak dilihat dari aspek fisik yang diciptakan dari tanah liat/lempung atau saripati tanah, seperti penciptaan Adam. Ternyata setelah penciptaan Adam mencapai kesempurnaan, Allah memerintahkan para malaikat dan iblis untuk sujud kepada adam. Keengganan atau penolakan Iblis memenuhi perintah Allah didasarkan pada pandangan bahwa ialebih mulia karena diciptakan dari api, yang menurutnya memliki unsur lebih tinggi, sementara Adam diciptakan dari tanah (simbol materil yang menunjukan kehinaan dan kerendahan). Namun demikian, Allah ternyata tidakmelihat pada bentuk fisiologis penciptaan manusia, tetapi pada kualitas yang disimbolkan dengan penguasaan Adam terhadap nama-nama benda (al-asma, simbol kualitas intelektualatau kesadaran akan dunianya.
Dari sudut pandang yang lebih substantif, yang membuat manusia endapat kualitas ahsanu taqwim (sevbaik-baik penciptaan), bukan hanya disebabkan kesempurnaan fisiologis-fisiologis seperti postur tubuh, keindahan dan kesmpurnaan, melainkan keseluruhan kepribadiannyayang meliputi kemampuan maknawinya baik intelektual, moral maupun spiritual. Dalam konteks kata insan. Kebernmaknaan hidup manusia akan bisa diperoleh apabila ia mampu mengaktualisasikan diriyamelalui aktivitas eik dan moral, ketajaman intelektualitas, keluasan visi kultural,dan kedekatan spiritual dengan allah.
Namun kenyataanya tidak semua manusia bethasil mencapaikualitas perkembangan seperti tersebut diatas, meskipun mempunyai potensi untuk mencapai tingkat kesadaran manuisian tertinggi. Kebanyakan manusia tertuju atau hanya sampai tingkat basyar, dimana kepuasan kehidupannya hanya diukurseberapa banyak ia mampu memenuhi kebutuhanbiologisnya.
Istilah pertumbuhan dan perkembangan meskipun saling melengkapi, sebenarnya mempunyai arti dan makna yang agak berlainan. Pertumbuhan mengandung arti adanya perubahan dalam ukuran atau fungsi-fungsi mental, sedangkan perkembangan mengandung makna pemunculan hal yang baru. Pada peristiwa pertumbuhan akan tampak adanyapenambahan jumlah atau ukuran dari hal-hal yang telah ada, sedangkan dalam peristiwa perkembangan akan tampak adanya sifat-sifatbaru, yang berbeda dari sebelumnya. Misalnyapohon manggayang semulanya kecil menjadi besar adalahperistiwa pertumbuhan. Anak ayam kecil menjadi anak ayam besar adalah peristiwapertumbuhan. Tetapi perubahan dari telur dengan sperma dalam kandungan ibu sampai menjadi anak adalahperistiwa perkembangan.
Meskipun demikian, antarakedua peristiwa, yaitu pertumbuhan dan perkembangan, harus ada keseimbangan yang sehat, kalau tidak,akan menimbulkan ketidak normalan atau menyimpangan-penyimpangan.
Dalam bidang pendidkan bagai bayi yang akan dilahirkan disarankan untuk menciptakan kondisi rumah tangga yang rukun dan damai. Keaaan itu dapat dicapai, misalnya dengan pengendalian diri. Janganlah berbuat jahat terhadap sesama ,manusia ataupun makhluk lain, karena tingkah laku orang tua selalu dikait-kaitkan dengan pertumbuhan bayi yang sedang dikandungnya.
Keutuhan terhadap pendidikan tersebut bukan sekedar untuk mengembangkan spek=aspek individualisasidan sosialisasi. Melainkan juga mengarahkan perkembangan kemampuan dasartersebut kepada pola hidup yang dihajatkan manusia dalam bidang duniawiyah dan ukhrawiyah, dalam bidang fisik/materil dan mental/spirityualyang harmonis. Oleh karena itu didalamapa yang disebut “keharusan pendidikan” itu sebenarnya mengandung aspek-aspek kepentingan yang antara lain dapat diterangkan sebagai berikut :
1. Aspek Pedagogis
Dalam hal ini manusiadipandang sebagai makhluk yang disebut “Homo educondum” yaitu makhluk yang harus dididik, oleh karena menurut aspek ini manusia dikategorikan sebagai “ianimal educabil” yaitu sebangsa binatang yang dapat dididik, sedangkan binatang selain manusia hanya dapat dilakukan “dressur” (dilatih sehingga dapat mengerjakan sesuatu yang sifatnya statis, tidak berubah).
Jadi disini pendidikan berfungsi memanusiawikan manusia yang dengan tanpa pendidikan sama sekali, manusia tidak dapat menjadi manusia sebenarnya.
2. Aspek Psikologis
Aspek ini memandang manusia sebagai makhluk yang disebut “psychophyisk netral” yaitumakhluk yang memilki kemandirian (selftandingness) jasmaniahnya dan rohaniah. Di dalam kemandirian itu. Manusia mempunyai potensi dasar atau kemampuan dasar (deposito) yang merupakan benih yang dapat bertumbuhdan berkembang.
3. Aspek sosiologis dan kultural
Aspek inilah yang memandang manusia bukan hanya “psycho-physiek netral”, akan tetapi juga “Homo Socius”yaitu makhluk yang berwatak dan berkemampuandasaratau tyang memilki gharizah (insting) untuk hidup bermasyarakat. Sebagai makhluk sosial itu manusia harus memliki rasa tanggung jawab sosial yang diperlukan dalam mengembangkan inyer-relasi (hubungan timbal balik) dan interaksi (saling pengaruh mempengaruhi) antara sesama anggotamasyarakat dalam kesatuan masyarakat beradab.
4. Aspek filosofis
Menurut pandangan filsafat, manusia adalah makhluk yang disebut Homo sapiens” yaitu makhlukyang mempunyai kemampuan untuk berilmu pengetahuan. Memang salah satu gharizah manusia adalah ingin mengetahui hal-hal yang belum diketahui yang disebut instink neugirig atau curiosity. Dengan instink ini maka ,manusia selalu cenderung untuk memperoleh pengetahuan tentang segalasesuatu di sekelilingnya.
Kemampuan inilahyang memberikan kemungkinan manusia untuk dapat dididik dan belajar, sehinggadapatmenangkap segala yang diajarkan. Pengertian yang telah dipahami itu kemudian menjadi suatu rangkaian pengertian yang berbentuk menjadi ilmupengetahuan yang dimilkinya. Dengan kata lain, dengan melalui proses belajar dan diajar, nmanusiapada akhirnyamenjadi makhluk yang berilmu pengetahuan. (Moh. Arifin, 1967:21).
Fitrah manusia sebagai anugerah Allah yang tak ternilai harganya, itu harus dikembangkan agar mausia dapat menjadi manusia yang sempurna (insan al-kamil). M.Natsir (1954), menyatakan bahwa pengemvbangan fitnah adalah salah satu tugas risalah yang diemban oleh Nabi Muhammad SAW.
Setiap usaha pengembangan fitrah itu harus dilaksanakan secara sadar, berencana dan sistematis. Dan berkembang atau tidaknya fitrah-fitrah tersebut dan seimbang atau tidaknya, perkembangannya itu tergantung kepada usaha manusia itu sendiri. Dalam hal ini Allah berfirman dalam Q.S. Ae-Ra’du : 11
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah apa-apa yang ada padasuatu kaum. Prinsip mereka sendiri mengubah apa yang ada pada diri mereka”.
Usaha manusia untuk mengembangkan fitrah-fitrah tersebut dilakukan dengan pendidikan. Dalam hal ini Nabi Muhammad SAW bersabda :
“Didiklah anak-anakmu atas tiga perkara : 1. Mancintai nabimu. 2. Mencintai ahli rumahmu, 3.membaca Al-Qur’an, karena sipenghafal Al-qur’an didalam naungan Allah pada hari tidak ada naungan kecuali naungannya beserta Nabi-Nya dan orang-orang suci-Nya”.
Jadi Hadits ini menyuruh mendidik (mengembangkan) tiga macam fitrah, yaitu fitrah bergama, fitrah kekeluargaan, dan fitrah intelek/agama (Syahminan Zain,1986:9).
3. Arah perkembangan manusia
Pada tataran ini, fitrah dilihat dari pengertian umum, sering difahami sebagai potensi yang bercorak keagamaan. Potensi keagamaan yang ada secara alami (fitrah majhullah), itulah yang menyebabkan manusia berkeinginan suci dan secara kodrati condong kepada kebaikan dan kebenaran (hanif). Dengan begitu sikap keberagamaan yang hanif akan memberikan kebahagian sejati, sabda Nabi, “Isebai-baik agama di sisi Allah adalah al-hanafiya al-samhah”, yaitu semangat mencari kebenaran dengan lapang dada, toleran, tidak sempit, tanpa kepanikan, dan tidak membelenggu jiwa. (Moh. Irfan, 2003;139).
Jika fitrah mengarhkan manusia melakukan pencarian, maka pemancaran keinginan kepada kebaikan, kebenaran, keadilan kesucian dan kasih sayang di pandu oleh hati nrani. Hati nurani adalah bentuk nyata dari kesadaran moral dalam kehidupan praktis manusia. Al-Qur’an menyebut hati nurani dengan suatu kesadaran moral mausia (Al-nafs al-lawwamah). Penyebutan al-nafs al-lawwamah sebgaai obyek sumpah oleh al-Qur’an menunjukan kesangat pentingan arti kata itu bagi manusia, sebab kesadaran moral adalah aspek asasi bagi kehidupan manusia dan kemanusiaannya.ia mengenai seluruh jiwa dan menyangkut kehidupan manusia secara keseluruhan. Ibarat pedang bermata dua, fitrah merupakan manusia dan secara esensial membedakannya dengan makhluk lain. Dan dengan memenuhi (tuntutan) hati nurani seseorang berada dalam fitrahnyadan menjadi manusia sejati. Namunsecara fungsional yang membuat manusia berkedudukan lebih tinggi dari makhluk lainadalah karena memilki kemampuan mangantisipasi dan memformat fenomena yang ada melalui fitrahnya dan kerangka nilai yang diserapnya untuk menciptakan kebudayaan. Karena itu, kemanusiaan manusia atau supremasi manusia ditentukan sejauhamania kerja, amal saleh dengan mendayagnukana segenap potensi yang dimilki untuk menciptakan kebudayaan yang berkualitas (ahsanu ‘amalan), bukan karena status formalnya sebagai khalifah dumuka bumi ini. (Tobroni;1994).
Di dalam Al-Qur’an juga dinyatakan bahwa manusia temasuk makhluk yang siap dan mampu mengemban amanah tersebut ketika ditawari oleh Allah, sebaliknya makhluk yang lain justru enggan menerimanya atau tidak siap dan tidak mampu mengemban amanah tersebut, sebagaimana firman Allah dalam Q>S Al-Ahzab; 72 :
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanah kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya dan dipukullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia amat dhalim dan bodoh”
Melalui ayat tersebutbahwa tugas hidup manusia yang merupakan amanah dari Allah itu pada intinyaada dua macam, yaitu ‘abdullah (menyembah atau mengabdi kepada Allah), dan Khalifah Allah, yang keduanya harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab.
Tugas hidup manusia sebagai abdullah merupakan realisasi dari mengemban amanah dalam arti memelihara beban/tugas-tugas kewajiban dari Allah yang harus dipatuhi, kalimat la ilaaha illla Allah atau kalimat tauhid, dan atau marifah kepada Allah. Sedangkan khalifah Allah merupakan realisasi dari mengemban amanah dalam arti memelihara, memanfaatkan, atau mengoptimalkan penggunaan segala anggotabadan, alat-alat potensial (termasuk indra dan akal0 ataupotensi-potensi dasarm,anusia, guna menegakan keadilan, kemakmuran dan kebahagiaan hidup. (Muhaimin. 2002:21).
Dari uraian tersebut paling tidak ada 29dua) impilkasi terpenting dalam hubungannya dengan pendidikan Islam, yaitu :
1. Karena manusia adalah makhluk yang merupakan reultan dari dua komponen (materi dan immateri), maka konsepsi itu menghendaki proses pembinaan yang mangacu ke arah realissasi dan pengembangan komponen-komponen tersebut. Hal ini berarti bahwa sistem pendidikan Islam harus dibangun diatas konsep kesatuan (integrasi) antara pendidikan Qlbiyah dan Aqliyyahsehingga mampu menghasilkan manusia muslim yang pintar secara intelektual dan terpuji secara moral. Jika kedua komponen itu terpisah atau dipisahkan dalam proses kependidikakkn Islam, maka manusia itu terpisah atau dipihakan dalam proses kependidikan Islam, maka manusia akan kehilangan keseimbangannya dan tidak akan pernah menjadi pribadi-primadi yang sempurna (al-insan al-kamil)
2. Al-quir’an menjelaskan bahwa fungsi penciptaan manusia dialam ini adalah sebagai khalifah dan ‘abd. Untuk melaksanakan fungsi ini Allah membekali manusia dengan seperangakat potensi. Dalam konteks ini maka pendidikan Islam harus merupakan upaya yang ditujukan ke arah pengembangan potensi yang dimilki manusia secara maksimal sehingga dapat diwujudkan dalam bentuk kunkrit, dalam arti berkemampuan menmciptakan sesuatuyang bermanfaat bagi diri, masyarakat dan lingkungannya sebagaui realisasi fungsi dan tujuan penciptaannya, baik sebagai khalifah maupun ‘abd.
Kedua hal diatas harus menjadi acuan dasar dalam menciptakan dan mengembangkan sistem pendidikan Islam masa kini dan masa depan. Fungsionalisasi pendidikan Islam dalam mencapai tujuannya sangat bergantung pada sejauh mana kemampuan umat Isl;am menterjemahkan dan merelaisasikan konsep filsafat penciptaan manusia dan fungsi penciptaannyadalam alam semesta ini. Untuk menjawab hal itu, maka pendidikan Islam dijadikan sebagai sarana yang kondusif bagi proses transformasi ilmu pengetahuan dan budaya Islamdari satu generasi kepada generasi berikutnya.dalam konteks ini difahami bahwa posisi manusia sebagai khalifah dan ‘abd menghendaki program pendidikan yang menawarkan sepenuhnya menguasaio ilmu pengetahuan secara totalitas, agar manusia tegar sebagai khalifahy dan taqwa sebagai substansi dan aspek ‘abd. Sementara itu, keberadaan manusia sebagai resultan dari dua komponen (materi dan immateri)menghendaki pula program pendidikan yang sepenuhnya mengacu pada konsep equilibrium, yaitu integrasi yang utuh antar pendidikan aqliyah dan qalbiyah.
Agar pendidikan umta berhasil dalam prosesnya, maka konsep penciptaan manusia dan fungsi penciptaannya dalam alam semesta harus sepenuhnya diakomodasi dalam perumusan teori-teori pendidikan Islam melelui pendekatan kewhyuan, empirik keilmuan dan rasional filosofis. Dalam hal ini harus difahami pula bahwa pendekatran keilmuan dan rasional filosofis. Dalam hal ini harus difahami pula bahwa pendekatan keilmuandan filosofis hanya merupakan media untuk menalar pesan-pesan Tuhan yang absolut, baik melalui ayat-ayat-Nya yang bersifat tekstual (Qur’aniyah), maupun ayat-ayat-Nya yang bersifat kontekstual (Kauniyah) yang telah dijabarkan-Nya melalui sunnatullah. (Samsul Nizar, 2002:22)
Langganan:
Postingan (Atom)